Abstrak


Analisis Kekuatan Pembuktian Akta Bawah Tangan yang Ditolak oleh Tergugat dalam Pemeriksaan Perkara Perdata (Studi Putusan Nomor 54/Pdt.G/2016/PN. Jkt. Sel)


Oleh :
Tasya Feby Sahita - E0019403 - Fak. Hukum

Penelitian ini mengkaji mengenai kekuatan pembuktian alat bukti surat akta di bawah tangan yang ditolak oleh Tergugat dan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam menolak gugatan dan menilai alat bukti akta di bawah tangan pada Putusan Nomor 54/Pdt.G/2016/Pn. Jkt. Sel.

Metode penelitian pada penulisan hukum ini menggunakan metode penelitian normatif atau dokrinal yang bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case study) dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.  Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode silogisme dengan pola piker deduktif, yaitu berpangkal sari premis mayor dan premis minor yang kemudian ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini adalah bahwa kekuatan Akta dibawah tangan yang diajukan sebagai alat bukti dalam persidangan perkara perdata mempunyai kekuatan yang sempurna sama dengan akta otentik apabila tandatangannya diakui oleh para pihak yang membuatnya. Namun jika tandatangan pada akta bawah tangan disangkal oleh salah satu pihak maka kekuatan pembuktiannya tidak akan seperti dengan kekuatan akta otentik lagi dan beban pembuktiannya bebas tergantung bagaimana penilaian hakim dalam persidangan. Sehingga dalam persidangan pembuktian akta bawah tangan harus ditambah dengan alat bukti lain untuk menguatkan akta bawah tangan tersebut. Dan pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Putusan Nomor 54/Pdt.G/2016/Pn Jkt Sel tentang akta bawah tangan, hakim monolak dan menyatakan akta bawah tangan yang diajukan oleh Penggugat sebagai alat bukti tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena tidak memenuhi syarat terang sebagaimana yang diatur dalam hukum adat pada Putusan Mahkamah Agung RI 3438 K/Pdt/1987 tanggal 30 Juni 1989. Penulis berpendapat bahwa dalam putusannya Hakim belum memenuhi asas kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak.