Abstrak


Analisi wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di telivisi


Oleh :
Dwi Estina - C0210017 - Fak. Sastra dan Seni Rupa

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi? (2) Bagaimana konteks wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi (2) Mendeskripsikan konteks wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis wacana. Sumber data dalam penelitian ini adalah iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi, khususnya yang ditayangkan di ANTV, TVRI, TransTV, RCTI, dan MetroTV. Data dalam penelitian ini adalah wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi, khususnya pada iklan pemilu legislatif partai NasDem, PKB, PKS, PDI Perjuangan, partai Golkar, partai Gerindra, partai Demokrat, PAN, PPP, dan partai Hanura. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simak, yang diwujudkan melalui teknik rekam dan catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana dengan kerangka kerja pada teori wacana Guy Cook. Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa (1) wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi meliputi denotasi, konotasi, dan paralelisme. Pada iklan partai Golkar, konotasi paling dominan karena cenderung berbau pencitraan figur capres dan parpolnya. Pada iklan partai PAN, penggunaan konotasi cenderung pada pencitraan partai. Pencitraan partai terlihat dalam pemilihan kata “matahari” dan “cahaya” yang merupakan lambang dari partai PAN. Pada partai Hanura, konotasi digunakan sebagai pencitraan capres dan partainya. Denotasi hanya ditemukan pada iklan partai PKB, Demokrat, dan Golkar. Pada iklan PKB, denotasi digunakan untuk mengutarakan keinginan perempuan. Pada iklan partai Demokrat, denotasi digunakan sebagai pencitraan partai, sedangkan pada iklan partai Golkar, denotasi digunakan sebagai gambaran pendukung partai Golkar. Adapun paralelisme pada kesepuluh iklan yang diteliti meliputi paralelisme grafologi (tulisan), fonologi, leksikal, semantik, gramatikal, dan wacana. Paralelisme grafologi dan fonologi terdapat pada iklan partai Gerindra. Paralelisme leksikal dan semantik terdapat pada iklan partai Demokrat dan NasDem. Paralelisme gramatikal terdapat pada iklan partai Golkar, NasDem, Gerindra, Demokrat, dan PAN. (2) Konteks wacana iklan pemilu legislatif tahun 2014 di televisi meliputi substansi, musik dan gambar, paralanguage, situasi, koteks, interteks, partisipan, dan fungsi. Penggunaan substansi (suara model iklan dan narator, layar, karton, dan kain), dapat diketahui materi fisik yang digunakan untuk menyampaikan bahasa iklan. Dengan adanya musik dan gambar dapat mencerminkan hubungan antara bahasa iklan dengan musik dan visualisasi gambarnya untuk menyampaikan informasi, bujukan dan membuat penegasan lebih kuat. Dengan adanya paralanguage, dapat diketahui bahasa iklan yang ditonjolkan dan yang tidak melalui kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi muka, dan penggunaan huruf. Dengan adanya situasi, diketahui kapan iklan itu ditayangkan. Dengan adanya koteks, diketahui hubungan antara teks satu dengan teks yang lain. Dengan adanya interteks, diketahui hubungan antara peristiwa di dalam iklan yang satu dengan peristiwa di dalam iklan yang lain dan antara peristiwa di dalam iklan dengan peristiwa di luar iklan. Dengan adanya partisipan, diketahui siapa orang yang menyampaikan pesan dan siapa orang yang menerima pesan. Pada kesepuluh iklan yang diteliti, pesan dalam iklan disampaikan kepada penonton, terutama seluruh rakyat Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas. Dengan adanya fungsi, diketahui untuk apa bahasa iklan itu dimaksudkan oleh sender dan addresser, atau untuk apa teks itu diperhatikan oleh receiver dan addressee. Penelitian terhadap kedelapan konteks tersebut berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada pemirsa televisi nasional untuk lebih kritis lagi dalam menyaksikan iklan-iklan pemilu legislatif yang disiarkan, supaya tidak mudah terpengaruh melalui citra yang tampak dalam iklan saja.