;

Abstrak


Komunikasi Simbolik dalam Tradisi “Marosok” di Pasar Ternak Kota Payakumbuh (Studi Kualitatif pada Penjual dan Pembeli di Pasar Ternak Kota Payakumbuh)


Oleh :
Deani Prionazvi Rhizky - S231508009 - Sekolah Pascasarjana

Manusia dan kebudayaan adalah satu hal yang tidak bisa dipisahkan karena di mana manusia itu menetap pasti manusia akan hidup sesuai dengan kebudayaan daerah yang ditinggalinya. Esensi interaksi simbolik adalah komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Tradisi “marosok” merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli ternak di Sumatera Barat saat melakukan transaksi jual beli. Transaksi tersebut dilakukan dengan bahasa isyarat tangan.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi simbolik dalam tradisi “marosok”, makna-makna simbol  yang  digunakan  serta  faktor-faktor  pendukung  sehingga  tradisi  ini  dapat bertahan hingga saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik  pengumpulan  data  yang  digunakan  adalah  wawancara  dengan  kepala  dinas UPTD RPH dan 10 orang penjual dan pembeli ternak, observasi lapangan dan dokumentasi. Untuk menganalisis hasil penelitian dari tradisi “marosok” ini digunakan teori  interaksionisme  simbolik  dari  George  Herbert  Mead  yang  menyatakan  bahwa suatu proses individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan memilih dan menggunakan simbol-simbol yang bermakna. Melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana diantara stimulus yang tertuju padanya akan ditanggapinya. Dengan demikian, individu tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya. Hasil penelitian menunjukkan adanya simbol verbal yang digunakan oleh pelaku jual beli yaitu bahasa Minangkabau. Simbol non verbal terlihat pada ekspresi wajah, posisi tubuh, penampilan fisik dan simbol pada jari pelaku jual beli yang melambangkan nilai mata uang. Kelemahan dalam tradisi ini adalah tidak adanya bukti pembayaran dalam transaksi karena hanya didasari rasa saling percaya. Alasan masyarakat Minangkabau masing menggunakan tradisi ini adalah agar harga modal ketika membeli hewan ternak tidak ada yang mengetahui dan dia bisa bebas menjual ternak tersebut dengan harga berapapun. Harga yang ditawarkan ketika bertransaksi menggunakan tradisi “marosok” cenderung lebih murah dibanding ketika kita bertransaksi menggunakan cara biasa.

Kata Kunci: Tradisi “marosok”, simbol, Komunikasi simbolik.