Abstrak


Perlindungan Hukum terhadap Trenggiling Indonesia dari Perdagangan Ilegal Berdasarkan Convention On International Trade In Endangered Species Of Wild Fauna And Flora (CITES)


Oleh :
Parardhya Amara Putri P - E0016328 - Fak. Hukum

ABSTRAK
Parardhya Amara Putri P. E0016328. 2020. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TRENGGILING INDONESIA DARI PERDAGANGAN ILEGAL BERDASARKAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA (CITES)
Manis javanica sebagai spesies trenggiling asli Indonesia dan tujuh spesies trenggiling lainnya di seluruh dunia telah dimasukkan ke dalam Apendiks I CITES pada tahun 2016. Namun, aktivitas perdagangan ilegal antar negara tetap terjadi, termasuk peran Indonesia sebagai salah satu negara pemasok. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengevaluasi perlindungan hukum terhadap trenggiling Indonesia dari perdagangan ilegal berdasarkan CITES dan Peraturan Perundang-undangan Nasional Indonesia serta menganalisis faktor inefektivitas penerapannya dalam melindungi spesies trenggiling Indonesia dari perdagangan ilegal. 
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, dengan pendekatan undang-undang, konseptual, dan kasus. Jenis sumber dan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa perjanjian internasional yang dalam hal ini adalah CITES, hukum kebiasaan internasional, prinsip umum hukum internasional, dan Peraturan Perundang-undangan Nasional Indonesia. Bahan hukum sekunder mencakup buku, pedoman, dan sumber lain yang dapat digunakan dan relevan terhadap penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, termasuk penggunaan perpustakaan digital. Pengumpulan data dimulai dengan penelitian, dan informasi yang terkumpul akan dianalisis secara deduktif dengan metode silogisme. 
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, CITES telah memberikan kerangka pengaturan yang memadai dalam memberikan perlindungan terhadap spesies trenggiling dan telah diimplementasikan dengan baik di Indonesia. Kedua, penegakan hukum CITES di Indonesia belum berlaku efekitif. Hal ini ditunjuang oleh beberapa faktor yang meliputi rendahnya pemahaman masyarakat akan peraturan terkait, inefektivitas dan inefisiensi aparat dalam proses penegakan hukum, minimnya partisipasi masyarakat dalam proses konservasi, mekanisme penyelesaian sengketa yang berbelit-belit dan kurang memberi efek jera, serta penegakan hukum yang tidak sejalan dengan tujuan konservasi.