Abstrak


Tinjauan yuridis kewenangan pengadilan niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan dengan adanya akta arbitrase (Studi putusan kasus PT. Environmental Network Indonesia dan Kelompok Tani Tambak FSSP Maserrocinnae melawan PT. Putra Putri Fortuna Windu dan


Oleh :
Novi Kusuma Wardhani - E0005236 - Fak. Hukum

ABSTRAK Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai kewenangan pengadilan niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan dengan adanya akta arbitrase, berdasarkan studi kasus PT. Environmental Network Indonesia dan Kelompok Tani Tambak FSSP Maserrocinnae melawan PT. Putra Putri Fortuna Windu dan PPF International Corporation. Penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normative/doktrinal yang bersifat deskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan metode deduksi. Selanjutnya hasil penelitian ini disusun secara sistematis dalam bentuk skripsi. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dipaparkan bahwa akta arbitrase merupakan akta yang dibuat seseorang atau suatu badan usaha dalam melakukan suatu hubungan dengan mitra usahanya yang mengatur mengenai cara penyelesaiannya bila timbul masalah atau sengketa di kemudian hari berkaitan dengan isi perjanjian tersebut. Akta arbitrase dapat berbentuk akta compromise, yaitu akta perjanjian yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa maupun berbentuk pactum de compromittendo yang dibuat sebelum terjadinya sengketa. Akta arbitrase memiliki kekuatan mengikat apabila akta arbitrase sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata, selain itu juga memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun ketertiban umum. Pengadilan Niaga berwenang memutus perkara kepailitan walaupun para pihak telah membuat akta arbitrase, karena arbitrase merupakan suatu prosedur penyelesaian sengketa utang piutang biasa yang dimintakan ganti rugi, namun apabila sengketa utang piutang tersebut diajukan permohonan pernyataan pailit, maka menjadi kewenangan Pengadilan Niaga sepenuhnya dan arbitrase tidak boleh menyelesaikannya. Hal tersebut juga diperjelas dengan adanya ketentuan dalam Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.