;

Abstrak


Implementasi pasal 50 ayat 3 huruf e, f dan h jo pasal 78 ayat (5) dan (7) undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan di Pengadilan Negeri Ngawi


Oleh :
Henny Lyna Nilandari - S310508010 - Sekolah Pascasarjana

ABSTRAK Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Pasal 50 ayat (3) huruf e, f dan h Jo Pasal 78 ayat (5) dan (7) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan di Pengadilan Negeri Ngawi dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, serta mencari solusinya. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari bentuknya termasuk penelitian evaluatif. Lokasi penelitian adalah di Pengadilan Negeri Ngawi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui wawancara mendalam (indepth interview). Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Hakim belum mengimplementasikan Pasal 50 Ayat (3) huruf e, f, dan h jo Pasal 78 Ayat (5) dan (7) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena: Hakim Pengadilan Negeri Ngawi masih cenderung lebih mempertimbangkan aspek yuridis dan sosiologis dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi serta solusinya: komponen subtansi, hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara tidak murni mengikuti rumusan Pasal 78 Ayat (5) dan (7); komponen struktur, hakim terpengaruh oleh putusan hakim lain yang memutus perkara yang serupa dengan putusan yang ringan; komponen kultur, hakim menggunakan rasa keadilan, tepa selira dan selaras dalam menjatuhkan pidana tidak mengikuti secara murni rumusan Pasal 78 Ayat (5) dan (7) karena masyarakat Ngawi berada dalam budaya rukun dan selaras penuh toleransi, serta menghargai rasa kemanusiaan, idiom tersebut juga diterapkan dalam penerapan sanksi pidana oleh hakim, sikap dan pola hidup masyarakat Ngawi yang berubah menjadi lebih konsumtif, yang dipicu adanya kebutuhan keluarga yang semakin bertambah. Solusi dari kendala-kendala tersebut adalah. Subtansi, perlu adanya revisi UU No. 41 Tahun 1999 dengan menambahkan pasal yang memuat ketentuan mengenai tindak pidana Illegal Logging dalam skala kecil, adanya ketentuan mengenai pidana minimum; struktur, Hakim-hakim harus lebih teliti dan terbuka terhadap kasus-kasus yang dihadapi; kultur, hakim diharapkan lebih mempertimbangkan komponen filosofis, yuridis dan sosiologis dan bukan mendasarkan atas budaya masyarakat yang ada, penyuluhan dengan melibatkan berbagai pihak mengenai arti pentingnya kelestarian hutan.