Film sebagai sebuah media massa kerapkali dijadikan sebagai diplomasi budaya, dimana unsur-unsur kebudayaan disampaikan melalui struktur sinematik yang kompleks. Hal tersebut kemudian memberikan ruang bagi pembuat film Indonesia untuk mendukung munculnya representasi kebudayaan dalam film layar lebar. Di Indonesia sendiri, penggunaan kebudayaan lokal telah menjadi sebuah konvensi narasi pada film horor sejak tahun 1980-an. Oleh karenanya pembahasan representasi kebudayaan lokal menjadi sebuah isu penting dalam mengamati konvensi film horor yang terus berkembang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan salah satu representasi kebudayaan lokal, yakni busana adat jawa, serta menelusuri bagaimana unsur kebudayaan tersebut dikemas dalam struktur narasi dan makna apa yang dibawanya melalui film “Ratu Ilmu Hitam” dan “Perempuan Tanah Jahanam”. Peneliti menggunakan analisis semiotika oleh Roland Barthes untuk menjawab hal tersebut, dimana tanda-tanda dimaknai dalam sistem signifikansi dua tahap melalui tanda denotasi, konotasi, dan mitos serta membandingkan representasi kebudayaan pada kedua film tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pakaian adat jawa digunakan sebagai pemisahidentitas antara anggota kelompok masyarakat yang sama pada film “Ratu Ilmu Hitam”. Sedangkan, busana adat jawa pada film “Perempuan Tanah Jahanam” digunakan sebagai pemisah identitas antara warga urban dan pedesaan. Selain itu, busana adat jawa dalam film ini juga memenuhi fungsi-fungsi busana sebagai penanda status sosial, peran sosial, ekspresi individualistik, dan simbol politik.