Abstrak


Resiliensi Budaya Anti- LGBTQ oleh Qatar pada Perhelatan Piala Dunia 2022


Oleh :
Raden Razen Shiyam Rifai - B0519048 - Fak. Ilmu Budaya

ABSTRAK

 

Raden Razen Shiyam Rifai. B0519048. 2023. Resiliensi Budaya Anti- LGBTQ oleh Qatar pada Perhelatan Piala Dunia 2022. Skripsi: Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.

 

Dalam penelitian ini penulis membahas bagaimana pola resiliensi budaya oleh Qatar pada perhelatan Piala Dunia 2022 beserta faktornya, melalui 5 aspek resiliensi, yaitu: (1) Meaningful life/purpose (memiliki tujuan); (2) Perseverance (memiliki kegigihan); (3) Equanimity (sikap fokus terhadap sisi positif yang muncul berdasarkan pengalaman); (4) Self-reliance (keyakinan akan kemampuan dan batasan diri); (5) Coming home to yourself (mampu untuk hidup mandiri tanpa mengandalkan orang lain). Adapun faktor yang melatarbelakangi munculnya pola resiliensi budaya anti- LGBTQ oleh Qatar pada perhelatan Piala Dunia 2022 adalah faktor protektif.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data jenis kepustakaan sebagai data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan teori resiliensi yang bertujuan untuk mengungkap pola resiliensi budaya anti-LGBTQ melalui aspek-aspek resiliensi yang dikemukakan oleh Wagnild & Young, serta mengungkap hal yang melatarbelakangi munculnya pola resilensi melalui faktor resiliensi yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte.

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa kesimpulan, antara lain: (1) Pola resiliensi terbentuk pada Qatar melalui 5 aspek resiliensi, sebagai berikut: meaningful life (Qatar memiliki tujuan untuk menggaungkan ideologi Islam di perhelatan Piala Dunia 2022); perseverance (Qatar mampu bertahan dalam tekanan); equanimity (Qatar melihat kritik dan hujatan sebagai sarana dalam mengembangkan aspek-aspek terkait Piala Dunia 2022); self-reliance (Qatar menyambut pengunjung yang datang namun tetap menerapkan kebijakan anti- LGBTQ dan mendiskusikannya dengan FIFA); coming home to yourself (Qatar berfikir bahwa pada akhirnya pemerintah dan masyarakat mereka sendiri yang dapat mempertahankan budaya anti-LGBTQ ini agar tetap lestari). (2) Faktor yang melatarbelakangi munculnya pola resilensi budaya anti-LGBTQ oleh Qatar adalah faktor protektif.