Abstrak


Eksistensi Kesenian Lengger di Kabupaten Banyumas Tahun 1965 - 1998


Oleh :
Akhyar Royan Fadli - B0418002 - Fak. Ilmu Budaya

Kesenian Lengger merupakan salah satu kesenian dari Kabupaten Banyumas yang merepresentasikan kondisi sosial-budaya dari masyarakatnya. Setelah Peristiwa G30S, kehidupan para seniman terdampak akibat kedekatan Lengger dengan Lekra, organisasi onderbouw PKI. Pada masa Orde Baru, Kesenian Lengger mulai diperbolehkan tampil kembali dan mengalami banyak perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) karakter masyarakat Banyumas sebagai pendukung Kesenian Lengger, (2) kondisi Kesenian Lengger pasca Peristiwa G30S sampai tahun 1980, (3) eksistensi Kesenian Lengger di Kabupaten Banyumas Tahun 1981 – 1998.

Penelitian ini menggunakan metode historis yaitu: pemilihan topik, heuristic (pengumpulan sumber), kritik sumber, interpretasi, dan penulisan sejarah. Penelitian ini menggunakan data dari BPS Kabupaten Banyumas dan Provinsi Jawa Tengah, surat kabar sejaman, buku-buku terkait, serta wawancara dengan pelaku kesenian, budayawan, eks. pegawai Departemen Penerangan Kabupaten Banyumas, serta masyarakat biasa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, pertama, pasca Peristiwa G30S Kesenian Lengger mengalami kejatuhan. Pada tahun 1970-an, Kesenian Lengger mengalami banyak perkembangan. Salah satunya ialah masifnya penari perempuan. Hal tersebut tidak lepas dari campur tangan pemerintah Kabupaten Banyumas. Hadirnya penari perempuan berdampak terhadap lunturnya identitas sebenarnya dari Lengger sebagai kesenian crossgender. Kedua, pada tahun 1980-an, mulai muncul banyak kelompok Kesenian Lengger, yang kemudian mulai menciptakan identitas. Kesenian Lengger juga menjadi ruang sosial yang sangat digemari, sehingga eksistensi Kesenian Lengger melesat dan di masa itu Lengger mulai dilibatkan dalam dunia rekaman, TV, Radio, bahkan Go International. Pada periode berikutnya, Kesenian Lengger mulai bersinggungan dengan seni modern seperti dangdut dan campursari. Hal tersebut menyebabkan banyak terjadi kerusuhan dalam pertunjukan Lengger yang kemudian justru berdampak terhadap menurunnya eksistensi dari Kesenian Lengger itu sendiri.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, kondisi geografi kultural pada Kabupaten Banyumas berpengaruh terhadap kondisi karakter masyarakatnya, diantaranya yaitu: cablaka, egaliter, jiwa bebas dan vulgar. Karakter tersebut direpresentasikan dalam kesenian yang berkembang di Banyumas salah satunya yaitu Kesenian Lengger. Pasca Peristiwa G30S Kesenian Lengger “jatuh”, namun pada tahun 1970-an, Kesenian Lengger mulai “dibangunkan kembali” oleh Pemerintah Orde Baru dan mengalami banyak perkembangan salah satunya melahirkan banyak Lengger Wadon. Pada tahun 1980-an Kesenian Lengger banyak digemari oleh masyarakat. Kondisi tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1990-an Kesenian Lengger mulai menurun eksistensinya.