;

Abstrak


Lipoteichoic Acid Sebagai Penanda Sepsis Gram Positif


Oleh :
Uzi Mardha Phoenna - S972008005 - Fak. Kedokteran

Sepsis merupakan beban kesehatan global dengan insidensi yang terus meningkat di seluruh dunia. Identifikasi awal yang cepat hingga manajemen terapi yang tepat merupakan tantangan besar dalam penanganan sepsis. Kasus sepsis Gram positif mengalami peningkatan satu dekade terakhir. Biomarker sepsis yang tersedia belum spesifik membedakan golongan bakteri penyebab sepsis. Baku emas kultur darah memiliki keterbatasan seperti sensitivitas yang rendah, risiko kontaminasi, dan proses yang relatif lama sehingga berakibat pada penundaan terapi. Diperlukan parameter laboratorium yang lebih baik dalam upaya deteksi dini sepsis Gram positif. Lipoteichoic acid (LTA) merupakan suatu endotoksin yang dapat mengaktivasi sistem imun yang eksklusif hanya ditemukan di membran plasma bakteri Gram positif. Tujuan penelitian ini mengetahui performa diagnostik pemeriksaan LTA sebagai penanda sepsis Gram positif.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional di Sub Instalasi Patologi Klinik dan Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi di Surakarta pada bulan Desember 2023-Januari 2024. Subjek penelitian adalah pasien sepsis di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi di Surakarta. Penetapan cut off dengan kurva ROC dan nilai AUC. Uji diagnostik dilakukan dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV, akurasi diagnostik, LR+, dan LR- dengan 95% CI, bermakna apabila p<0>

Hasil penelitian didapatkan perbedaan signifikan LTA sepsis Gram positif 3,50 (1,01-8,18) ng/mL dibandingkan sepsis non-Gram positif 1,05 (0,18-3,90) ng/mL dengan p=0,001 (p>0,05). Nilai AUC adalah 0,861 (95%CI=0,783-0,940; p=0,001). Cutoff LTA didapatkan 1,00 ng/mL dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 50% (95%CI=34,1-65,9), PPV 68% (95%CI=54,4-78,9), NPV 100%, LR+ 2, dan LR- 0, dan akurasi 75%.

Penelitian ini menunjukkan bahwa LTA memiliki performa diagnostik yang cukup baik sebagai penanda sepsis Gram positif. Kekurangan penelitian ini karena menggunakan metode pembanding kultur darah yang memiliki positivity rate rendah. Diperlukan penelitian lanjutan dengan metode pembanding yang lebih ideal seperti PCR.