Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi isu global yang perlu ditangani serius melihat dampak pemanasan global yang semakin meningkat, termasuk Indonesia yang juga sudah menandatangani perjanjian paris dengan tujuan membatasi pemanasan global di tingkat 2°C. Industri manufaktur terbukti sebagai salah satu sektor penghasil emisi GRK terbanyak dari hasil konsumsi energinya yang besar. Industri Resin PET termasuk industri yang perlu mengontrol emisi yang dihasilkan dalam kegiatan produksi maupun non-produksi. Digunakan metode IPCC untuk menghitung emisi yang dihasilkan Industri Resin PET dari sumber bahan bakar yang digunakan, dengan menghitung data aktivitas konsumsi dan jenis bahan bakar yang digunakan dan mengkalikan dengan faktor emisi yang ditentuka metode IPCC, Faktor emisi setiap jenis bahan bakar berbeda sehingga dihasilkan beragam nilai sesuai emisi GRK yang dihitung, dimana konsumsi bahan bakar akan diubah kedalam bentuk emisi GRK berupa CO2, CH4, dan N2O. Dari hasil penelitian didapatkan sumber emisi dihasilkan dari 4 bahan bakar, yaitu: Batubara, LPG, Solar, dan Listrik. Emisi yang dihasilkan Industri Resin PET sebagai berikut: karbon dioksida (CO2) 210.717,405 ton, metana (CH4) 2,06 ton, dan dinitrogen oksida (N2O) 3,14 ton dalam rentang waktu 3 tahun terakhir yaitu 2021, 2022, dan 2023. Bahan bakar yang menjadi mayoritas pengahsil emisi merupakan Batubara dengan persentase 89,2% pada CO2, 94,95% pada CH4 dan 93,43% pada N2O. Data hasil tersebut dapat digunakan sebagai gambaran evaluasi emisi karbon