Awal perkembangan tren fesyen di Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya Eropa. Beberapa kota di Eropa dianggap sebagai pusat fesyen dunia seperti Milan, Paris, London dan New York. Namun pada awalnya industri fesyen terkenal di Perancis ketika Raja Louis XVI berkasa pada tahun 1643. Tren fesyen yang dimaksud juga berfungsi sebagai refleksi dari tingkat status sosial dan ekonomi yaitu fungsi yang menjelaskan tentang daya tarik dan popularitas. Kota besar cenderung memiliki berbagai kategori fesyen yang sekaligus menjadi pusat dari popularitas. Kota Jakarta sebagai ibu kota menjadi pusat dari berbagai aspek meliputi pemerintahan, perkantoran, dan distrik ekonomi. Jakarta menjadi pusat gaya berfesyen karena memiliki potensi dan peluang yang lebih besar untuk menunjukkan taraf hidup seseorang melalui berbagai aspek tersebut. Tema yang diangkat dalam perencanaan dan perancangan de Kàrsci One-Stop Fashion Industry di Jakarta ini mengambil gaya modern dan klasik Eropa yang akan direalisasikan berdasarkan komponen desain dan konfigurasi keseluruhannya.
One-stop adalah konsep berbelanja kebutuhan suatu produk dalam satu tempat atau sekali pemberhentian. Konsep ini dimaksudkan untuk memberikan fasilitas dan sarana dalam menggunakan kebutuhan fashion wanita maupun pria seperti, pakaian, sepatu, tas, aksesoris & perhiasan, sampai dengan bagian konsultan desainer di dalam satu toko. Konsep ini merupakan inovasi terbaru dimana Brand besar Eropapun belum menciptakan/ memfasilitaskan store besar yang dipenuhi oleh semua kategori kebutuhan fashion tersebut. Dalam memulai perjalanan menuju peningkatan pengalaman warga dan pelanggan, sangat penting bagi desainer untuk mendengarkan warga dan pelanggan mereka, memahami siapa mereka, interaksi yang mereka lakukan, serta kesadaran, kebutuhan, preferensi, harapan, dan kepuasan konsumen.