Abstrak


Pusat Kegiatan Masyarakat dengan Pendekatan Arsitektur Berkelanjutan di Kabupaten Purworejo


Oleh :
Maya Puspita Sari - I0220059 - Fak. Teknik

Konsep “Pusat Kegiatan Masyarakat dengan Pendekatan Arsitektur Berkelanjutan di Kabupaten Purworejo" menjadi hal yang relevan dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman yang semakin kompleks. Di balik konsep ini terdapat latar belakang yang penting dan menuntun perjalanan menuju perencanaan dan perancangan pusat kegiatan masyarakat yang lebih berkelanjutan.
Kebutuhan aktualisasi diri manusia, yang mendorong individu untuk mencapai potensi dan kemampuan terbaik, dengan mengekspresikan diri melalui beragam aktivitas, menjadi pendorong pertama dalam pemahaman konsep ini (Bari, 2022). Aktivitas ini mencakup berbagai aspek, mulai dari seni hingga pendidikan, dan menjadi inti dari pertumbuhan individu.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Purworejo berkomitmen untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia di berbagai aspek, terutama dalam hal kompetensi keahlian dan pengetahuan yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan yang dipegang oleh masyarakat. Dalam upaya mencapai tujuan ini, diperlukan fasilitas pendukung yang memfasilitasi proses belajar bersama, terutama dengan adanya banyak lembaga pendidikan di Kabupaten Purworejo.
Purworejo juga dikenal memiliki warisan budaya yang beragam, tetapi terjadi penurunan jumlah festival seni dari tahun ke tahun, mengancam pelestarian budaya. Tambahan, Kabupaten ini memiliki luas lahan terbuka hijau yang belum mencapai standar dalam hal Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan. Program revitalisasi alun-alun pada tahun 2017, sementara memberikan manfaat, juga menciptakan masalah dengan penolakan sebagian pedagang kaki lima terhadap relokasi.
Dalam menjawab tantangan kompleks ini, konsep pusat kegiatan masyarakat dengan pendekatan arsitektur berkelanjutan muncul sebagai solusi yang dapat mengintegrasikan dan menjawab beragam permasalahan. Pendekatan ini memungkinkan desain yang berfokus pada kebutuhan dan preferensi masyarakat setempat, yang berdaya guna dan relevan dengan tiga aspek keberlanjutan: kondisi sosial, budaya, dan ekonomi (Kurniawan, dkk, 2020).