Abstrak


Judicial Preview sebagai Penguatan Legislasi Nasional dalam Sistem Pembentukan Perundang-undangan di Indonesia


Oleh :
Muslifah - E0020317 - Fak. Hukum

MUSLIFAH, E0020317, JUDICIAL PREVIEW SEBAGAI PENGUATAN LEGISLASI NASIONAL DALAM SISTEM PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji urgensi dan mekanisme ideal gagasan judicial preview sebagai penguatan legislasi nasional dalam sistem pembentukan perundang-undangan di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan konsep. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari analisis Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, juga data sekunder yang peneliti dapatkan dari studi kepustakaan, yaitu buku, jurnal, serta artikel mengenai judicial preview.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat dua urgensi judicial preview, yaitu rendahnya kualitas legislasi nasional dan cacatnya prosedur pembentukan undang-undang. Pertama, rendahnya kualitas legislasi nasional tidak terlepas karena adanya kepentingan-kepentingan politik yang dibawa pada substansi rancangan undang-undang sehingga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain yang kemudian berakibat diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi. Kedua, cacatnya prosedur pembentukan undang-undang adalah mengenai proses pembentukan undang-undang yang cepat, seperti UU KPK, UU Minerba, UU MK dan UU Cipta Kerja serta undang-undang yang dibuat dengan minim partisipasi publik, seperti UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terbaru dan UU IKN yang kemudian berimplikasi juga pada pengujian ke Mahkamah Konstitusi.

Mekanisme ideal gagasan judicial preview diletakkan pada posisi tengah-tengah, yaitu di antara proses pembahasan tingkat II sampai dengan tahapan sebelum pengesahan dan pengundangan. DPR diberikan waktu tiga sampai tujuh hari untuk memberikan draft final rancangan undang-undang kepada Dewan Konstitusi untuk dilakukan pengujian konstitusional. Kemudian, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Dewan Konstitusi melakukan pengujian RUU yang dihasilkan oleh DPR. Selanjutnya, apabila RUU tersebut diterima maka Presiden dan DPR diundang untuk menandatangani pengesahan undang-undang. Akan tetapi, apabila dalam putusan Dewan Konstitusi memandang ditolak atau perlu perbaikan, maka dalam jangka waktu yang ditetapkan, draf RUU yang dimaksud dikembalikan untuk diperbaiki. Lamanya perbaikan berlangsung selama satu bulan, tetapi dapat diperpanjang hingga tiga bulan tergantung dengan bobot substansi dan materi muatan yang akan diperbaiki. Apabila DPR sampai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, lalai atau enggan melakukan perbaikan rancangan undang-undang, maka pasal, ayat tersebut dengan sendiri akan batal demi konstitusi.