Abstrak


Tinjauan tantang pelaksanaan sumpah pemutus sebagai alat bukti dalam sengketa perdata di pengadilan negeri Jepara (Studi kasus sengketa perdat Nomor 04/1994/PN.Jepara)


Oleh :
Okta patria aroviana - E1105112 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sumpah pumutus sebagai alat bukti untuk menyelesaikan perkara perdata dari 3 (tiga) permasalahan, yaitu pelaksanaan sumpah pemutus sebagai alat bukti dalam sengketa perdata Nomor 04/Pdt.G/1994/PN.Jepara di Pengadilan Negeri Jepara, kekuatan pembuktian sempurna sumpah pemutus sebagai alat bukti, hambatan dalam pelaksanaan sumpah pemutus sebagai alat bukti dalam sengketa perdata dan cara mengatasinya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau sosiologis yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Jepara. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan sumpah pemutus dalam sengketa perdata Nomor 04/Pdt.G/1994/PN.Jepara di Pengadilan Negeri Jepara, HIR tidak mengatur mengenai tata cara pelaksanaan sumpah, tetapi hanya mengatur alat bukti yang berupa sumpah. Pelaksanaan sumpah pemutus tersebut dilakukan karena salah satu pihak tidak dapat mengajukan alat bukti dan saksi, sehingga pihak Tergugat memohon kepada majelis hakim untuk dilaksanakannya sumpah pemutus dengan melimpahkan sumpah pemutus itu kepada Penggugat. Dalam pembacaan lafal sumpah yang diucapkan oleh Penggugat tersebut sudah sesuai dengan Litis Decissoir yaitu isi sumpah sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pihak yang dilakukan oleh pihak yang mengangkat sumpah tersebut, sehingga pihak yang mengangkat sumpah merupakan pihak yang dimenangkan, hal ini diatur dalam Pasal 156 HIR. Pelaksanaan sumpah pemutus menurut Pasal 157 HIR dapat diwakilkan oleh kuasa hukum atau wakilnya dengan syarat memiliki akte otentik. Menurut Pasal 158 HIR, tempat pelaksanaan sumpah pemutus dapat dilakukan di Pengadilan Negeri atau tempat lain sesuai dengan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Dalam perkara ini, pelaksanaan sumpah pemutus dilakukan di Klenteng dimana pihak Penggugat melakukan ibadahnya. Pelaksanaan sumpah pemutus tidak diatur dalam HIR, sehingga pelaksanaan sumpah dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan para pihak yang berperkara. Pihak yang melakukan sumpah merupakan pihak yang dimenangkan dalam sengketa perdata itu dan pihak yang melakukan sumpah tidak boleh dimintai keterangan lainnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 177 HIR, tentang kekuatan pembuktian sumpah pemutus guna menyelesaikan sengketa perdta Nomor 04/Pdt.G/1994/PN.Jepara, merupakan pembuktian yang sempurna, karena berdasarkan pada Pasal 156 ayat (3) HIR siapa yang bersumpah, maka pihak yang bersumpah itulah yang dimenangkan. Pihak yang bersumpah dalam hal ini adalah pihak Penggugat, sehingga Penggugat yang dimenangkan dalam sengketa wanprestasi ini. Dalam pelaksanaan pengambilan sumpah banyak terjadi hambatan-hambatan yang menghalangi kelancaran proses pelaksanaan sumpah tersebut. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan sumpah pemutus ini adalah pertama, pihak Penggugat awalnya menolak adanya permohonan sumpah pemutus yang diajukan oleh para Tergugat karena jenis sumpah yang diajukan bertentangan dengan agama Penggugat, solusi dalam menemukan kasepakatan untuk pelaksanaan sumpah pemutus yakni mengganti jenis sumpah sesuai ketentuan agama orang yang mengucapkan janji/sumpah. Hambatan yang lain adalah biaya serta sarana dan prasarana untuk pelaksanaan sumpah pemutus. Di tempat yang ditunjuk oleh majelis hakim yaitu Klenteng Hian Tian Siang Thee Welahan Jepara tidak mempunyai sarana dan prasarana untuk sumpah sehingga didatangkan dari Vihara Sasana Santi Semarang. Hambatan lainnya adalah proses adanya sita jaminan yang ternyata barang-barang tersebut dalam agunan pihak ketiga, sehingga tidak dapat dilakukan sita jaminan. Pengadilam Negeri hanya dapat mencatat dalam berita acara, akan tetapi setelah masa agunan terhadap barang-barang tersebut sudah selesai, maka dengan sendirinya barang tersebut menjadi barang sita jaminan.