Abstrak


Konstruksi Identitas Queer dalam Perspektif Teori Interseksionalitas: Studi Kasus ‘Coming Out’ Seorang Queer


Oleh :
Teresa Keyra Santita - D0320080 - Fak. ISIP

Kemajuan modernisasi membuat masyarakat yang semula serba homogen, kini jauh menjadi beragam. Disini, modernisasi memiliki andil besar untuk memainkan konstruksi berpikir masyarakat, termasuk dalam perubahan pemaknaan terhadap obyek hingga relasi di antaranya, yang salah satunya tampak dalam konstruksi identitas individu yang seringkali dimaknai secara lebih rumit. Secara konvensional, konstruksi gender lazimnya dimengerti dalam wujud laki-laki dan perempuan. Namun, modernisasi menjadikan pemaknaan individu terkait isu ini menjadi lebih bervariasi, sehingga kini mulai dikenal istilah bernama LGBTQ+. Meskipun modernisasi membuka pola pikir masyarakat untuk menerima hal-hal baru, tetapi khususnya di Indonesia, LGBTQ+ masih dianggap sebagai tidak lazim, bahkan terkesan tidak diterima oleh masyarakat. Anggapan ini terjadi karena Indonesia masih menganut paham heteronormativitas, atau pandangan bahwa heteroseksualitas merupakan orientasi seksual yang lazim dan sudah sepatutnya dimiliki oleh manusia. Penelitian ini melihat cara seorang LGBTQ+ yakni seorang queer mengkonstruksi identitasnya yang berinterseksi di tengah masyarakat heteronormativitas, serta efek sosial yang didapatinya atas proses konstruksinya. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus dan life story untuk pengumpulan datanya, yang dikaji dengan teori interseksionalitas beserta performativitas gender. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah konstruksi identitas sebagai individu yang berbeda telah dimulai sejak kecil, dimana disebabkan oleh pengalaman buruk di masa lalu berupa kekerasan seksual. Pengkonstruksiannya ini juga ditunjukkan dari performativitasnya yang mencakup gestur tubuh, serta cara queer tersebut berpenampilan dan berinteraksi dengan masyarakat. Namun konstruksi serta performativitasnya ini justru berakibat pada hadirnya upaya diskriminasi, karena identitasnya tersebut dianggap bertentangan dengan nilai heteronormativitas yang mengakar kuat di masyarakat.