Abstrak


Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik atas Penyebaran Konten Gambar dan Video Pornografi Hasil Artificial Intelligence (AI) Deepfake


Oleh :
Sarah Amanda Uly Sijabat - E0020398 - Fak. Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penyebaran konten gambar dan video pornografi hasil teknologi Artificial Intelligence (AI) deepfake dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana pencemaran nama baik dan menganalisa bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana pencemaran nama baik atas penyebaran konten gambar dan video pornografi hasil Artificial Intelligence (AI) deepfake. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang- undangan, dan pendekatan komparatif. Sumber bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen. Penelitian ini menggunakan teknik analisis dengan metode silogisme melalui pola pikir deduktif untuk membangun analisis terhadap isu hukum sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan cara kerja dan beberapa fenomena deepfake di masyarakat, penyebaran konten gambar dan video pornografi hasil Artificial Intelligence (AI) Deepfake dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana pencemaran nama baik karena telah memenuhi unsur-unsur pencemaran nama baik sesuai ketentuan Pasal 310 KUHP dan Pasal 27A Undang-Undang ITE. Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi khusus untuk mempertimbangan kedudukan suatu penyebaran konten pornografi deepfake sebagai pencemaran nama baik. Meskipun terdapat beberapa perlindungan yang telah disediakan hukum bagi korban seperti restitusi, konseling, bantuan hukum, serta bantuan psiko-sosial dan media. Namun, perlindungan yang ada saat ini dinilai masih kurang, sehingga penulis menyarankan beberapa bentuk perlindungan hukum yang lain, seperti dengan menerapkan Right to be Forgotten (hak untuk dilupakan) yang diatur di dalam Undang-Undang ITE, Undang-Undang PDP, dan Undang-Undang TPKS serta dengan mengadopsi konsep Victim Impact Statement (VIS) seperti yang telah diterapkan oleh Kanada dan Belanda.