Abstrak


Implementasi Syarat Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Pengadilan Agama Surakarta


Oleh :
Ayu Nopitasari - E0020094 - Fak. Hukum

AYU NOPITASARI, E0020094, IMPLEMENTASI SYARAT POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang implementasi pemenuhan syarat poligami agar mendapatkan izin dari Pengadilan Agama Surakarta. Selain itu juga untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan terhadap hak istri dalam perkara permohonan izin poligami.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa implementasi syarat poligami sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Syarat alternatif dan kumulatif yang terpenuhi disertai dengan pembuktian yang sempurna menjadikan Majelis hakim mengabulkan permohonan izin poligami Pemohon. Bentuk perlindungan hak istri dalam perkara permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Surakarta yaitu pertama, perkara permohonan izin poligami bersifat contentius dengan mendudukkan istri sebagai pihak termohon, maka istri mempunyai hak dan kesempatan untuk menanggapi dan menyampaikan jawaban, duplik dan kesimpulan di depan persidangan atas permohonan izin poligami yang diajukan oleh suami. Kedua, wajib adanya permohonan penetapan harta bersama. Penetapan harta bersama sangat penting untuk memberikan kepastian status harta bersama dan sekaligus melindungi hak kebendaan istri agar tidak bercampur. Ketiga yaitu perjanjian perjawinan, antara suami dan istri-istri dapat melakukan perjanjian perkawinan untuk menjamin perlindungan harta bersama, selain itu perjanjian perkawinan ini tidak sebatas perihal keuangan atau harta saja, melainkan juga mengakomodir masalah lain yang penting untuk diperjanjikan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, dan kesusilaan.