;

Abstrak


Analisis Kritis Budaya Positivisme dalam Kegiatan Pembelajaran di SMAN 7 Kota Kediri


Oleh :
Mega Swastika Junior - S251708015 - Sekolah Pascasarjana

Salah satu aspek dalam masyarakat modern yang berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pendidikan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan dimana kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis budaya positivisme yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran di SMAN 7 Kediri dengan menggunakan analisis pendidikan kritis Henry A. Giroux. Jenis penelitian ini adalah hermeneutik – fenomenologi Paul Ricoeur karena penelitian ini menafsirkan teks – teks yang ada dalam kegiatan pembelajaran di SMAN 7 Kediri secara mendalam dan khas. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Teks Pelajaran (BTP) dan Jurnal penilaian siswa yang merepresentasikan pengembangan program kegiatan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran pada kegiatan pembelajaran di tingkat kecil. Hasil dari penelitian ini adalah budaya positivisme dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari teks Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dimana pembiasaan penggunaan istilah cara berpikir Critical, Create, Collaborate and Communicate (4C), Sciencetific Approach dan High Order Thinking Skills (HOTS) menunjukkan adanya hegemoni kultural. Rasionalitas teknokratis tampak melalui bimbingan teknis kepada guru mata pelajaran dan prinsip efisiensi dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Budaya positivisme tampak pada BTP dimana hegemoni kultural beroprasi melalui banyaknya pertanyaan dan jawaban yang telah tersedia berhasil menciptakan rasa takut dan pembiasaan. Terdapat banyak otomatisasi yang muncul dari materi – materi dalam buku yang dihilangkan dan dipadatkan. Selain itu prinsip efisiensi juga terlihat bagaimana soal – soal yang dikembangkan berfokus pada aspek kognitif. Budaya positivisme dalam Jurnal penialian siswa tampak bagaimana hegemoni kultural berhasil mensimulasi rasa takut pada keseluruhan satuan pendidikan jika itu menyangkut citra sekolah dan citra guru. Terdapat kecenderungan untuk menghindari nilai – yang dianggap kurang memenuhi standar tertentu karena mencerminkan program dan pelaksaan pembelajaran yang gagal. Otomatisasi sebagaimana nilai – nilai tidak terdefinisi sesuai aspek yang harusnya dinilai, serta sistem katrol nilai pada penilaian. Nilai – nilai telah dikonversi sedemikian rupa agar memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang menjadi tolak ukur baku keberhasilan dalam proses pembelajaran. Selain itu prinsip prestasi juga terlihat sebagai kelanjutan dari penilaian yang hanya terfokus pada salah satu aspek saja, membuat guru fokus pada siswa dengan nilai kognitif tinggi.

Kata Kunci : Masyarakat Modern, Kegiatan Pembelajaran, Budaya positivisme