;
Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis alasan Hakim menggunakan positivisme hukum
daripada hukum responsif dalam sengketa jual beli tanah terhadap pembuktian Akta
Jual Beli, serta mengkaji penerapan hukum responsif yang dapat diterapkan Hakim
dalam pembuktian Akta Jual Beli yang harga tanahnya belum dibayar lunas.
Penelitian
ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
undang-undang dan pendekatan kasus, teknik pengumpulan data menggunakan studi
kepustakaan dan sifat penelitian dalam tesis ini menggunakan penelitian
preskriptif.
Hasil
dari penelitian ini menunjukan bahwa, alasan Hakim menggunakan positivisme
hukum daripada hukum responsif dalam pembuktian Akta Jual Beli seperti dalam
Putusan Nomor 40 Pdt.G/2023/PN Byl, karena pada dasarnya Hakim lebih
mendahulukan asas/prinsip kepastian hukum dibanding asas keadilan dan
kemanfaatan. Hal ini terlihat dari pertimbangan hukum yang mana Hakim
menerapkan Pasal 165 HIR/285 RBg secara apa adanya dengan menggunakan paradigma
mencari kebenaran formil. Sedangkan penerapan hukum responsif oleh Hakim dalam
sengketa jual beli tanah terhadap pembuktian Akta Jual Beli yang harga tanahnya
belum dibayar lunas dapat dilakukan dengan cara, Hakim harus bersifat aktif dalam proses pembuktian
untuk mencari kebenaran materiil dengan mengedepankan aspek keadilan
substansial dan harus berusaha
agar dirinya diyakinkan berdasarkan alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 164
HIR. Hal ini karena nilai pembuktian Akta Jual Beli sebagai akta otentik hanya sebatas sempurna dan mengikat, namun
tidak memaksa dan menentukan sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
3360K/Sip/1983. Sehingga putusan yang dihasilkan tidak saja memuat nilai kepastian hukum namun
juga mengandung nilai keadilan dan kemafaatan hukum bagi para pihak.