Abstrak


Kepentingan Amerika Serikat dalam Penarikan Diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)


Oleh :
Muhammad Dzaky Putra Sani - D0420040 - Fak. ISIP

Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Iran mengalami ketidakstabilan sejak revolusi 1979. Pasca peristiwa tersebut, AS menjatuhkan sanksi yang bertujuan untuk merubah sikap rezim pemerintahan Iran. Pada bidang nuklir, Iran memiliki sejarah yang cukup panjang mengenai produksi dan pembangunan reaktor nuklir. Upaya ini bagi dunia Barat, terutama AS selalu dianggap skeptis. Pada tahun 2015, Iran bersama negara P5+1 (Tiongkok, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat plus Jerman) mencapai kesepakatan perjanjian nuklir yang disebut Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA. Tujuan utama dari kesepakatan ini adalah untuk membatasi program nuklir Iran. Seluruh negara sepakat bahwa perjanjian ini dapat mengatur tindakan Iran dalam memproduksi nuklir sehingga diharapkan tidak ada potensi pembuatan senjata yang dibuat dari bahan tersebut dan potensi perang nuklir. Namun, pada tahun 2018 awal, Presiden AS, Donald J. Trump, mengumumkan bahwa negaranya menarik diri dari JCPOA dengan alasan bahwa ketentuan-ketentuan yang ada di perjanjian tersebut tidak sesuai ekspektasi AS dan perlunya eliminasi penuh terhadap produksi nuklir di Iran serta penjatuhan sanksi kembali. Hal ini merupakan sesuatu yang buruk bagi Iran karena dengan tindakan AS akan menyebabkan Iran kembali sulit untuk mengembangkan nuklirnya dan mengembalikan Iran ke ekonomi yang stabil. Kasus tersebut dianalisis oleh penulis menggunakan konsep hegemoni dimana pada umumnya hegemoni mendefinisikan sebagai satu aktor yang memiliki pengaruh yang kuat dan dominan diyakini akan menciptakan suatu stabilitas dunia. AS sebagai hegemoni, memiliki alasan tertentu setelah menyatakan diri untuk keluar dari JCPOA, utamanya adalah untuk memberlakukan sanksi kembali dan dorongan politik domestik negaranya yang menyebabkan kekhawatiran akan adanya instabilitas di kawasan Timur Tengah dan juga mengancam pengaruh AS di negara-negara sekutunya, terutama Israel.