Abstrak


REPRODUKSI KULTURAL TRADISI RASULAN DUSUN BULUKERTO, DESA SEWUREJO, KECAMATAN MOJOGEDANG, KABUPATEN KARANGANYAR


Oleh :
Adinda Dea Ayu Nathasa - D0320004 - Fak. ISIP

Rasulan Dusun Bulukerto merupakan sebuah tradisi kemasyarakatan yang ada di wilayah Desa Sewurejo, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar. Aktivitas ini dari tahun ke tahun mengalami berbagai perubahan pada bentuk aktivitas serta isinya. Berbagai perubahan itulah sebagai tanda terjadinya reproduksi kultural yang terjadi pada tradisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik reproduksi kultural yang terjadi pada Tradisi Rasulan Dusun Bulukerto melalui skema teoritik Pierre Bourdieu. 

Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus. Pemilihan informan dilakukan secara purposive berdasarkan kriteria usia, jenis kelamin, dan struktur kelembagaan dalam Tradisi Rasulan Dusun Bulukerto sehingga ditemukan 12 (dua belas) orang. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis menggunakan pattern matching. Validitas data dilakukan dengan transferability

Hasil penelitian  ditemukan tiga aktor  yaitu aktor kelompok sadar wisata, pelaku seni, dan masyarakat lokal dengan berbagai modal seperti modal budaya, simbolik, ekonomi, dan sosial disertai dengan berbagai habitusnya masing-masing melakukan praktik reproduksi kultural pada arena Tradisi Rasulan Dusun Bulukerto. Adapun berbagai bentuk reproduksi kultural yang terjadi di antaranya yaitu pada kelompok sadar wisata memanfaatkan modernisasi digital dan relasi sosial untuk meningkatkan eksistensi hingga hadirnya generasi muda dan ide kreatifnya, sedangkan pada aktor pelaku seni terdapat kolaborasi seniman untuk memunculkan peluang usaha baru dengan penggunaan media sosial sebagai media promosi hingga perubahan lokasi acara, sementara pada aktor masyarakat lokal berupa pemanfaatan modernisasi digital dan kerjasama yang baik dengan panitia agar tradisi semakin eksis dan kesenian luar dapat membawa pengetahuan baru. Melalui skema reproduksi kultural tersebut, keberadaan modal yang dimiliki para aktor dapat dianalisis menjadi faktor pendukung dan penghambat. Pada faktor pendukung ditemukan bahwa modernisasi digital menjadikan tradisi menjadi eksis yang didukung dengan lokasi yang lebih memadai sehingga muncul ide kreatif, kolaborasi seniman luar dan lokal, pengetahuan baru, serta kekompakan masyarakat lokal. Pada faktor penghambat ditemukan bahwa keberadaan generasi tua yang enggan melakukan regenerasi tentunya menghambat eksistensi tradisi sehingga nilai-nilai yang disampaikan menjadi bias, dan pada akhirnya Tradisi Rasulan yang seharusnya menjadi refleksi kehidupan hanya menjadi aktifitas hiburan semata.