;

Abstrak


PERTANGGUNG JAWABAN PPAT TERHADAP KETERANGAN PALSU DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI


Oleh :
Hasna Fitri Nabilah - S352208026 - Sekolah Pascasarjana

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis bentuk prinsip kehati-hatian PPAT dan tanggung jawab yang seharusnya bagi PPAT atas kelalaiannya dalam membuat Akta Jual Beli tanah yang berdasarkan keterangan palsu pada putusan pengadilan negeri nomor 51/Pid.B/2022/PN.Bla.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang digunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada dengan cara mengkaji bahan-bahan yang berasal dari literature. Pendekatan dalam  penulisan  hukum  ini  menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah terdiri dari bahan  hukum  primer, bahan  hukum  sekunder dan bahan hukum tersier.  Teknik pengumpulan hukum yang digunakan dalam  penulisan  ini  adalah  studi  kepustakaan  yang  diperoleh  dengan  cara  membaca, mengutip buku –buku, serta menelaah peraturan  perundang–undangan, dokumen dan informasi yang ada hubungannya dengan penelitian yang  dilakukan. 
Hasil penelitian menyatakan bahwa pembuatan akta PPAT harus dibacakan atau dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT sehingga berdasarkan kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor 51/Pid.B/2022/PN.Bla, maka PPAT yang bersangkutan jika terbukti akta jual beli tanah yang dibuat berdasarkan keterangan palsu maka seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk administratif dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban yang tercantum dalam Lampiran II Permen ATR/BPN No. 2/2018 berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya, dapat dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk perdata berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Sepanjang tindakan PPAT bersangkutan terbukti secara sengaja dan direncanakan maka terhadap PPAT bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP dengan sanksi kurungan paling sedikit 6 tahun dan maksimal 8 tahun.