Catcalling merupakan salah satu bentuk dari pelecehan seksual. Keberadaan praktik catcalling cenderung dinormalisasikan oleh masyarakat. Praktik catcalling dikomunikasikan melalui simbol-simbol sebagai wujud interaksi. Sebagian masyarakat dan pelaku turut melakukan victim blaming atas fenomena pelecehan seksual catcalling. Melalui victim blaming yang dilakukan oleh masyarakat memicu hadirnya ketidakadilan gender. Praktik pelecehan seksual catcalling ditemukan di Desa Karangduren, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai praktik pelecehan seksual catcalling sebagai street harassment yang disertai dengan victim blaming di Desa Karangduren, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali dalam perspektif ketidakadilan gender serta menggambarkan faktor pendukung dan penghambat menggunakan teori interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh Herbert Blumer. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Data bersumber dari wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi serta dengan data pendukung berupa studi pustaka yang diperoleh dari jurnal-jurnal, artikel, dan buku-buku. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengambilan informan dilakukan dengan purposive sampling. Validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber. Data dianalisis dengan analisis model interaktif dengan menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat praktik pelecehan seksual catcalling sebagai street harassment yang disertai dengan victim blaming di Desa Karangduren, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali dalam perspektif ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk catcalling berupa siulan, panggilan godaan, komentar pada fisik, kedipan dan lirikan mata,sentuhan fisik, dan penguntitan. Praktik catcalling di Desa Karangduren terjadi di ruang publik berupa warung, area persawahan, kawasan pabrik, lampu lalu lintas, SPBU, dan sungai. Bentuk- bentuk victim blaming yang terjadi berupa menyalahkan atribut fisik, sifat korban dan kurangnya simpati dan empati masyarakat. Ketidakadilan gender dalam catcalling di Desa Karangduren berupa marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan. Adapun enam aspek yang dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat praktik catcalling adalah normalisasi, budaya objektifikasi, lingkup pertemanan, dan media sosial, norma-norma dan sikap atau feedback seseorang.