;
Pada
Pasal 111 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang
Pendaftaran Tanah telah menyebutkan untuk menggunakan surat kematian sebagai
proses peralihan hak atas tanah karena pewarisan, namun dalam pelaksanaannya
terdapat perbedaan penggunaan keterangan kematian. Hal tersebut ditemukan pada
saat Pra Penelitian yang telah dilakukan pada Kantor Pertanahan Kota Surakarta
yang wajib menggunakan akta kematian, kemudian Kantor Pertanahan Kabupaten
Karanganyar yang memperbolehkan menggunakan surat kematian dengan ketentuan kematian
sebelum tahun 2000. Atas perbedaan das sollen dan das sein, maka perlu
dilakukan penelitian atas permasalahan yang terjadi agar peraturan yang
dibentuk dapat menjamin kepastian hukum dengan adanya prosedur yang jelas dalam
penanganan penggunaan keterangan kematian serta meningkatkan efektivitas proses
administrasi yang pada akhirnya akan dapat memberikan perlindungan kepada
masyarakat yang akan melakukan proses peralihan hak atas tanah karena
pewarisan.
Penelitian
ini berfokus pada dua permasalahan yakni : 1) Mengapa terjadi beberapa perbedaan
kebijakan di Kantor Pertanahan terkait pembuktian kematian yang digunakan
sebagai salah satu syarat administrasi peralihan hak atas tanah karena
pewarisan dan 2) Bagaimana pengaturan hukum yang berkepastian hukum berkaitan
dengan peralihan hak atas tanah karena pewarisan guna memberikan perlindungan hukum pada
masyarakat.
Penelitian
yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan dan konseptual serta dilengkapi dengan fakta hukum yang ada
dilapangan bahwasanya terdapat kesenjangan antara fakta dan norma hukum.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, terdapat
peraturan baru yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri berupa Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 15 Februari 2023 Nomor
400.8.2.2/944/SJ yang mengatur mengenai penggunaan akta kematian sebagai syarat
pelayanan terkait kematian seseorang. Terhadap praktik ini, menimbulkan perbedaan
penggunaan keterangan kematian pada beberapa Kantor Pertanahan disebabkan
karena beberapa faktor seperti sedang berada pada tahap penyesuaian, perbedaan interpretasi mengenai aturan yang berlaku dari Kepala Kantor Pertanahan
dalam pengambilan kebijakan yang menimbulkan fleksibilitas dalam penerimaan
dokumen karena sulitnya masyarakat dalam mendapatkan akta kematian serta
kebijakan sebagai Langkah preventif dalam penyalahgunaan kematian seseorang. Kedua,
bahwa perlu dilakukan penyeragaman regulasi berupa perubahan peraturan yang
dikeluarkan oleh Menteri ATR/BPN untuk ditujukan kepada seluruh Kantor
Pertanahan di Indonesia mengenai peralihan hak pewarisan ini supaya dapat menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan
bagi masyarakat dalam proses peralihan hak atas tanah karena pewarisan.