;
Makanan ritual sebagai kelengkapan utama dalam tradisi slametan berfungsi
untuk mewakili pesan-pesan tertentu. Slametan menjadi tradisi yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Seiring berkembangnya zaman,
minat untuk mempelajari makanan ritual sebagai bagian dari tradisi sudah mulai
menurun, terutama bagi kalangan muda. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan
hasil analisis terkait pemaknaan masyarakat terhadap makanan ritual tradisi
slametan di Kabupaten Wonogiri, khususnya Desa Gunungsari. Penelitian juga
mengeksplorasi proses komunikasi dalam pewarisan nilai dan budaya makanan
slametan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan
studi etnografi. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam,
observasi partisipan dan dokumentasi. Pemilihan studi etnografi karena mendukung
fokus penelitian untuk mempelajari perilaku budaya masyarakat berkenaan dengan
pemaknaan makanan slametan. Pemilihan informan menggunakan teknik
purposive sampling dengan kriteria tertentu. Menggunakan pendekatan teori
Interaksionisme Simbolik yang dikemukakan oleh Herbert Blumer dengan
pemikiran George Herbert Mead yang mengkaji tindakan manusia terhadap objek
berdasarkan pemaknaannya, makna muncul dalam interaksi sosial dan makna dapat
diubah melalui interaksi dan pengalaman. Teori pendukungnya adalah Social
Judgment Theory oleh Muzafer Sherif yang mengeksplorasi bagaimana struktur
sikap seseorang terhadap pesan persuasi dipengaruhi oleh ego-involvement.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan slametan di dalam komunikasi
budaya masyarakat Gunungsari dimaknai dan diyakini sebagai bentuk konkret
upaya mempertahankan tradisi leluhur; sega berkat dalam slametan kematian
diyakini sebagai bentuk sedekah; guwakan dalam slametan methik sebagai
komunikasi ungkapan syukur kepada Tuhan; sega ater-ater slametan dipercayai
sebagai komunikasi dalam menjaga relasi sosial dengan tetangga dan kerabat. Bagi
masyarakat kalangan tua, penyajian ayam panggang dalam pitonan
merepresentasikan prestise sosial. Makanan slametan juga dimaknai sebagai bentuk
komunikasi dalam kelompok masyarakat oleh kalangan muda untuk menunjukkan
eksistensinya melalui fitur Status dalam media sosial WhatsApp. Pewarisan budaya
makanan slametan terjadi melalui proses komunikasi pada interaksi dalam keluarga
dan komunikasi dalam interaksi di lingkungan sosial dan budaya masyarakat.