Penjatuhan sanksi pidana dalam Undang-Undang
Perikanan memberikan perbedaan antara nelayan lokal dan nelayan asing pelaku
illegal fishing di ZEEI, sehingga
menimbulkan ketidakadilan bagi nelayan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum nasional dalam menanggulangi
tindak pidana illegal fishing di ZEEI saat ini dan menganalisis
penjatuhan sanksi pidana terhadap nelayan lokal dan nelayan asing pelaku illegal
fishing di wilayah ZEEI dalam prespektif keadilan sosial.
Penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang
dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Teknik yang dipakai dalam mengumpulkan bahan
hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode dengan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penjatuhan sanksi pidana dalam menanggulangi illegal fishing di wilayah ZEEI dalam
hukum nasional yang tertuang didalam Undang-Undang No 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 45 Tahun 2009
Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang
berlaku saat ini bersifat primum remidium,
sehingga dalam praktiknya hakim cenderung menjatuhkan putusan berupa pemidanaan
baik penjara maupun denda bagi pelaku illegal
fishing di ZEEI. Bagi pelaku illegal
fishing berkewarganegaraan Indonesia dikenakan sanksi pidana berupa denda
sekaligus penjara, sedangkan pelaku illegal
fishing berkewarganegaraan asing hanya dikenakan denda dikarenakan Undang-Undang
Perikanan mengadopsi UNCLOS 1982 yang tidak memperbolehkan nelayan asing
dipidana penjara. Berdasarkan konsep keadilan sosial yang
menitikberatkan pada persamaan, yang mana nelayan lokal maupun nelayan asing
pelaku illegal fishing memiliki hak,
kewajiban dan kedudukan yang sama dihadapan hukum, kondisi ini tentunya tidak adil bagi nelayan lokal. Sehingga
perlu adanya upaya paksa yang dilakukan dari pemerintah dengan membentuk
tindakan alternative dengan merumuskan sanksi pengganti denda yang tidak dapat
terbayarkan. Supaya nelayan asing tidak bisa lolos begitu saja tanpa
mempertanggungjawabkan perbuatannya.