Rida Nurlatifasari, T112008010 “Kajian Terjemahan Repertoir Retorik
sebagai Strategi Persuasi dalam Pidato Politik Obama dan Trump dari Bahasa
Inggris ke Bahasa Indonesia”. Promotor: Prof. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed,
Ph.D.; Ko-promotor 1: Prof. Dr. Tri Wiratno, M.A.; Ko-promotor 2: Dr. Ida Kusuma
Dewi, S.S., M.A. Program Doktor Linguistik Minat
Penerjemahan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret.
Repertoir retorik merupakan piranti bahasa yang
mencirikan gaya berbahasa yang salah satunya dalam konteks politik. Oleh karena
itu, sangat esensial agar terjemahannya tetap dipertahankan seperti teks
asalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jenis metode dan jenis
strategi retorik yang digunakan oleh Obama dan Trump dalam pidato politiknya, menentukan
teknik penerjemahan dalam menerjemahkan repertoir retoriknya dari bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia, menentukan metode penerjemahan repertoir
retoriknya, mengungkap ideologi
penerjemahan repertoir retoriknya, menjelaskan dampak teknik penerjemahan
terhadap pergeseran strategi retoriknya, dan mendeskripsikan dan menjelaskan
tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan repertoir
retoriknya.
Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif,
terpancang, dan berjenis studi kasus ganda. Sumber data penelitian ini adalah teks
tertulis pidato kemenangan dan pidato inaugurasi Obama dan Trump dalam
pemilihan presiden Amerika Serikat yang diunduh pada laman http://obamaspeech.com,
http://e00-elmundo.uecdn.es.com, dan www.trumpwhitehouse.archives.gov.
Kemudian, terjemahannya yang diunduh pada laman www.staffgedungputih.com.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengkajian dokumen dan focus
group discussion (FGD). Selain itu sumber data dalam penelitian ini adalah
rater penilai kualitas terjemahan repertoir retorik terjemahan pidato
kemenangan dan inaugurasi Obama dan Trump. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling. Data yang diperoleh melalui pengkajian
dokumen dalam penelitian ini adalah data linguistik yaitu metode dan strategi
retorik serta data terjemahan berupa teknik, metode, dan ideologi penerjemahan,
dan data yang diperoleh melalui FGD adalah tingkat keakuratan, keberterimaan,
dan keterbacaan terjemahan repertoir retorik.
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa pertama, Obama
dalam pidato kemenangan menggunakan metode pathos sebanyak 75 kali (88,23%),
ethos 9 kali (10,58%), dan logos 1 kali (1,17%), sedangkan Trump menggunakan
pathos sebanyak 56 kali (81,16%), logos 8 kali (11,59%), dan ethos 5 kali
(7,25%). Selanjutnya dalam pidato inaugurasi Obama menggunakan metode pathos
sebanyak 57 kali (48,72%), logos 34 kali (29,06%), dan ethos 28 kali (23,93%),
sedangkan Trump menggunakan metode pathos sebanyak 78 kali (84,78%), ethos 8
kali (8,69%), dan logos 6 kali (6,52%). Kemudian, diperoleh temuan terkait
strategi retorik yaitu Obama dalam pidato kemenangannya menggunakan strategi schematic
language sebanyak 71 kali (93,42%) dan Trump sebanyak 64 kali (96,64%);
strategi figurative language Obama sebanyak 3 kali (3,95%) dan Trump 1
kali (1,52%); dan strategi sound patterning Obama menggunakannya
sebanyak 2 kali (2,63%) dan Trump sebanyak 1 kali (1,52%). Sedangkan dalam
pidato inaugurasi Obama menggunakan strategi schematic language sebanyak
98 kali (84,48%) dan Trump sebanyak 84 kali (91,30%); Obama menggunakan
strategi figurative language sebanyak 9 kali (7,76%) dan Trump 3 kali
(3,26%); strategi sound patterning digunakan Obama 6 kali (5,17%) dan
Trump 3 kali (3,26%); dan strategi lexical choice oleh Obama sebanyak 3
kali (2,59%) Trump 2 kali (2,17%). Kedua, hasil penelitian mengungkap bahwa
penerjemah menggunakan beberapa teknik pada keseluruhan teks pidato yaitu
teknik kesepadanan lazim 1368 (83,41%), implisitasi 52 (3,17%), variasi 49
(2,99%), modulasi 37 (2,26%), eksplisitasi 30 (1,83%), reduksi 27 (1,65%),
parafrase 24 (1,46%), literal 12 (0,73%), peminjaman murni 11 (0,67%), delesi 9
(0,55%), transposisi 8 (0,49%), kreasi diskursif 7 (0,43%), kompensasi 5
(0,30%), dan neutralisasi 1 (0,06%). Ketiga, berdasarkan dominasi teknik
penerjemahan kesepadanan lazim, implisitasi, eksplisitasi, dll serta tidak
dominannya teknik yang merujuk pada bahasa sumber sepeti peminjaman murni dan
literal maka metode penerjemahan cenderung komunikatif. Keempat, representasi
teknik penerjemahan yang memunculkan kecenderungan metode penerjemahan
komunikatif tersebut akhirnya mengindikasikan bahwa ideologi penerjemahan
adalah foreignisasi. Kelima, Dampak dari penerapan teknik penerjemahan pada
sudut pandang pergeseran retorik hanya terjadi pada tataran strategi retorik
meliputi penerjemahan dilakukan namun strategi retorik tidak
dipertahankan, hilang sama sekali pada
bahasa sasaran, jenis strategi retorik bergeser jenis, derajat retorik
berkurang, dan pesan proposisi dalam retorik berubah. Keenam, sebagian besar
kualitas terjemahan tergolong baik pada semua aspek baik keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan, namun penurunan kualitas khususnya pada aspek
keakuratan tetap terjadi khususnya pada data yang mengalami pergeseran strategi
retorik.
Berdasarkan temuan metode dan strategi retoriknya,
dapat disimpulkan bahwa secara garis besar Obama dan Trump memiliki perbedaan
gaya retorika berbeda. Ketika diterjemahkan, gaya retorika keduanya secara umum
dapat dipertahankan dengan baik meskipun ada beberapa bagian yang hilang atau
berubah terjemahannya. Pemertahanan gaya retorik berdampak positif terhadap
kualitas terjemahan karena berhasil mempertahankan pesan retorika teks sumber
dalam teks sasaran. Sebaliknya, perubahan gaya retorik berdampak negatif
terhadap kualitas terjemahannya karena mendistorsi pesan retorika teks sumber
dalam teks sasaran. Sumber data penelitian ini terbatas pada pidato politik
saja, sehingga retorika yang disampaikan merupakan teks matang yang sudah
direvisi dan diedit oleh tim. Agar lebih natural, peneliti selanjutnya dapat
memilih teks wawancara langsung Obama dan Trump dalam konteks pemilu US
sehingga teks merupakan teks yang natural dan tanpa melalui proses editan oleh
tim.