Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengetahui pemberdayaan generasi muda Kampung Batik Laweyan dalam upaya regenerasi pembatik di Kota Surakarta (2) mengetahui peran modal sosial Kampung Batik Laweyan dalam upaya regenerasi pembatik di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian ini bersumber dari wawancara para pembatik di Kampung Batik Laweyan, pengusaha rumah industri batik Laweyan, anggota FPKBL (Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan). Kemudian dari pemberdayaan yang dilakukan di rumah industri batik Laweyan. Data juga diambil dari dokumen dilapangan (visi misi FPKBL, struktur organisasi, buku tamu kunjungan di Laweyan, artikel berita, situs wed, media sosial instagram, facebook, whatsApp, youtube, dan marketplace yang memberikan informasi terkait Kampung Batik Laweyan. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Triangulasi sumber data menjadi teknik uji validitas data dalam penelitian ini. Teknik analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan Langkah pemberdayaan yang dilakukan Kampung Batik Laweyan secara terorganisasi dan tidak terorganisasi. Secara terorganisasi terdapat regenerasi secara turun temurun, pelatihan membatik yang diselenggarakan FPKBL untuk masyarakat luas dan pengunjung Laweyan, dan magang pelajar yang bekerjasama dengan institusi pendidikan. Secara tidak terorganisasi keterampilan membatik itu diperoleh dan dikembangkan dari interaksi sehari – hari mengingat rumah industri batik Laweyan terbuka untuk masyarakat laweyan terutama anak muda yang ingin belajar. Banyak dari pembatik di Laweyan berawal dari ajakan teman mereka atau dari mulut ke mulut. Putnam menguraikan modal sosial kedalam tiga elemen yaitu jaringan, aturan, dan kepercayaan. Jaringan memungkinkan kerjasama, norma membingkai perilaku, dan kepercayaan memungkinkan koordinasi yang lebih efektif. Jaringan di Kampung Batik Laweyan terbentuk atas partisipasi FPKBL tercermin dari hubungan yang membentuk kerjasama dan kolaborasi dengan rumah batik, pengusaha, pekerja, dan masyarakat sekitar dalam berbagai program. Dalam prosesnya terbentuk norma yang membingkai perilaku dalam hubungan. Norma di Kampung Batik Laweyan mencakup sistem kerja sama, timbal balik, dan fleksibilitas aturan dengan asas kekeluargaan. Dengan jaringan dan norma yang terbentuk maka kepercayaan hadir. Kepercayaan ini yang pada akhirnya menumbuhkan kesetiaan dalam diri pengrajin batik terhadap profesi pembatik.