Tindak pidana terorisme termasuk ke dalam kejahatan luar biasa dan kejahatan transnasional. Terorisme yang terjadi dalam lingkup masyarakat ini berakar dari paham radikalisme. Deradikalisasi dipandang perlu dalam pembinaan terhadap narapidana terorisme sebab banyak mantan narapidana terorisme yang menjadi residivis dan jumlah narapidana terorisme di Indonesia yang masih menjalankan sanksi pidana dalam lembaga pemasyarakatan cukup banyak. Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis ratio legis pengaturan deradikalisasi bagi narapidana terorisme dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan mengetahui pelaksanaan upaya deradikalisasi melalui sistem pembinaan bagi narapidana terorisme dalam rangka penanggulangan tindak pidana terorisme. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan Undang-Undang dan pendekatan konseptual. Berdasarkan penelitian hukum ini, penulis menyimpulkan bahwa ratio legis pengaturan deradikalisasi bagi narapidana terorisme dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ialah adanya hubungan paham radikalisme dengan tindak pidana terorisme, dasar pertimbangan filosofis berupa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, dasar pertimbangan sosiologis berupa pencegahan penyebaran paham radikal, dan dasar pertimbangan yuridis berupa Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945. Adapun pelaksanaan upaya deradikalisasi melalui sistem pembinaan bagi narapidana terorisme berupa kerja sama yang dilakukan antara BNPT dengan Lembaga Pemasyarakatan dengan adanya beberapa tahap deradikalisasi yang dilaksanakan secara bersamaan dengan program pembinaan bagi narapidana terorisme.