Studi ini bertujuan untuk memahami bagaimana stigma sosial terkait infertilitas mempengaruhi hubungan pasangan suami istri dan keharmonisan keluarga di Kota Surakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena sosial dimana infertilitas seringkali dianggap sebagai aib dalam masyarakat yang sangat menekankan pentingnya memiliki keturunan serta dampaknya pada harmonisasi keluarga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi, yang memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi pengalaman subjektif dari pasangan suami istri yang mengalami infertilitas. Penelitian ini didasarkan pada beberapa teori sosiologi, termasuk teori stigma oleh Erving Goffman dan teori cinta dari Erich Fromm. Teori stigma digunakan untuk memahami bagaimana stigma terbentuk dan berdampak pada individu dan hubungan sosial mereka, sementara teori cinta membantu dalam menganalisis dinamika hubungan intim dalam konteks tekanan sosial. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 5 pasangan suami istri yang mengalami infertilitas dan 5 informan pendukung yaitu kerabat dekat pasangan suami istri infertil. Penelitian dilakukan di Kota Surakarta, yang dipilih karena memiliki budaya dan nilai sosial yang kuat terkait pentingnya memiliki keturunan dalam sebuah keluarga. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengalaman dan perasaan pasangan suami istri terkait stigma infertilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma sosial terhadap pasangan infertil masih sangat kuat di masyarakat Surakarta. Stigma ini berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional pasangan serta mempengaruhi keharmonisan keluarga. Pasangan yang mengalami infertilitas sering kali merasa terisolasi dan mengalami tekanan sosial yang besar dari lingkungan sekitar. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa adanya dukungan sosial yang kuat, baik dari pasangan, keluarga, maupun teman dekat, dapat membantu pasangan infertil mengatasi stigma dan menjaga keharmonisan keluarga. Penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah untuk mengurangi dampak negatif stigma dan meningkatkan dukungan sosial terhadap pasangan infertil. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui program edukasi dan kesadaran masyarakat, peningkatan dukungan psikososial, penguatan kebijakan dan program kesehatan, serta pemberdayaan dan penerimaan diri. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan sosial yang lebih inklusif dan mendukung bagi pasangan infertil di Surakarta.