Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang pergerakan Komunitas Peduli Sungai (KPS) dan menggambarkan dinamika mobilisasi sumber daya KPS Bendung Tirtonadi dan KPS SIBAT Sewu sebagai gerakan sosial dalam upaya merawat sungai. Perbandingan kedua dinamika yang terjadi tersebut memberi gambaran tentang strategi yang tepat untuk dilakukan KPS dalam mencapai tujuannya. Penelitian ini dibahas mendalam dengan Teori Gerakan Sosial Mobilisasi Sumber Daya yang dikemukakan oleh John D McCarthy dan Mayer N Zald.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus komparatif. Data diambil dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Sedangkan teknik pemilihan informan menggunakan purposive sampling. Untuk menjamin validitas data digunakan triangulasi sumber. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa KPS Bendung Tirtonadi dan KPS SIBAT Sewu sebagai suatu gerakan sosial dibentuk dengan latar belakang kepedulian warga sekitar dan bertujuan untuk menjaga lingkungan sekitar, khususnya sungai serta mengedukasi masyarakat dalam hal kebersihan lingkungan seperti pembuangan sampah. Akan tetapi, sebagai komunitas yang berlatar belakang kesiagaan bencana, KPS SIBAT Sewu juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan upaya-upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko/dampak bencana yang terjadi. Sebagai sebuah gerakan sosial, kedua KPS ini mengalami dinamikanya masing-masing. Pada KPS Bendung Tirtonadi terdapat konsep strategi awal yaitu peningkatan kualitas fasilitas Bendung Tirtonadi sebagai lokasi terjadinya gerakan, sedangkan KPS SIBAT Sewu memiliki konsep strategi baseline survey. KPS Bendung Tirtonadi dan KPS SIBAT Sewu mengedepankan ideologi environmentalisme. Selain itu, KPS Bendung Tirtonadi mengedepankan nilai religiutas atau ideologi teosentrisme, sedangkan KPS SIBAT Sewu lebih mengedepankan nilai kebersamaan atau ideologi homosentrisme. Terdapat 5 (lima) bentuk sumber daya pada konteks gerakan sosial kedua KPS ini, yaitu sumber daya moral berupa bentuk respon masyarakat di sekitar lokasi, sumber daya kultural berupa proses branding melalui media sosial dan produk hasil kerjasama yang dilakukan, sumber daya organisasi sosial berupa jaringan sosial yang terhubung dengan komunitas, sumber daya manusia berupa aktor yang bergerak dalam komunitas, dan sumber daya material berupa anggaran dan alat yang dimiliki. Akan tetapi, kedua KPS ini menemukan beberapa hambatan yaitu perbedaan nilai antar anggota untuk KPS Bendung Tirtonadi dan regenerasi anggota untuk KPS SIBAT Sewu.