;
Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam undang-undang tindak pidana korupsi menimbulkan berbagai penafsiran oleh aparat penegak hukum. Akibatnya pengambilan keputusan mereka sering kali menabrak asas hukum pidana dan inkonsistensi pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. Imbasnya adalah ketika aparat penegak hukum mengkonstruksikan pertanggungjawaban pidana individu kedalam pertanggungjawaban pidana korporasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis politik hukum pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi baik di masa sekarang (ius constitutum) ataupun dimasa yang akan datang (ius constituendum). Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif atau doktrinal dengan pendekatan undang-undang (statuta approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach), serta teknik penelitian studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan formulatif undang-undang tipikor terdapat kekosongan dan kekaburan norma yang dapat mempengaruhi penegakan hukum terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi. Kemudian berdasarkan kebijakan aplikatifnya masih terdapat inkonsistensi putusan pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana korupsi dan kebijakan eksekusi memiliki hambatan dalam eksekusi pidana uang pengganti baik terhadap korporasi ataupun pengurusnya. Serta terdapat korporasi yang digunakan sebagai “sarana” tindak pidana namun tidak dipertanggungjawabkan. Sehinga demi terciptanya kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum dalam tahap formulatifnya diperlukan rekonstruksi Pasal 20 UU PTPK yang mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi serta harmonisasi terhadap regulasi pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi antar lembaga terkait. Pada tahap kebijakan aplikatifnya diharapkan aparat penegak hukum menerapkan konsep pertanggungjawaban korporasi secara mandiri dengan basis doktrin reactive corporate fault dan corporate culture model, hal tersebut bertujuan agar ius constituendum pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi memiliki bentuk kesalahan original korporasi dalam tindakannya sehingga menghindari berbenturnya asas individualisme, asas culpabilitas, dan asas nebis in idem.