Abstrak


Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Pemberian Biochar dengan Perbandingan Pupuk Organik dan Urea dalam Sistem Tumpangsari di Agroforestri


Oleh :
Daniel Krisna Murti - H0720042 - Fak. Pertanian

Kedelai adalah komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan
jagung. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam
rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya.
Peningkatan permintaan perlu diiringi juga dengan peningkatan produksi kedelai. Salah
satu upaya mewujudkan hal tersebut adalah melakukan budidaya di lahan kering.
Diperlukan ekstensifikasi lahan pertanian sebagai solusi maraknya alih fungsi lahan
pertanian menjadi jalan tol, perumahan, dll. Tanah kering dapat menjadi solusi dalam
ekstensifikasi lahan namun memiliki tingkat kesuburan yang rendah, sehingga
diperlukan pembenah tanah seperti biochar sebagai penahan kandungan air dan pupuk
oganik sebagai penyedia unsur hara. Selain itu, pola tanam tumpangsari dapat
diterapkan sebagai solusi berkurangnya lahan pertanian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2023 di Resort Pengelolaan
Hutan (RPH), Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan Rancagan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) faktorial. Faktor pertama berupa dosis biochar tempurung kelapa yang terdiri
dari 2 macam, yaitu B0 = tanpa biochar tempurung kelapa, dan B1 = biochar tenpurung
kelapa dosis 15 ton/ha. Faktor kedua berupa dosis perbandingan pupuk yang terdiri dari
3 macam, yaitu K1 : 0% pupuk kandang sapi: 100% urea, K2 : 50% pupuk kandang sapi:
50% urea, dan K3 : 100% pupuk kandang sapi: 0% urea. Faktor ketiga berupa pola
tanam yang terdiri dari 2 macam, yaitu T2 : tumpangsari tanaman sorgum dan tanaman
kedelai, dan T3 : monokultur tanaman kedelai. Faktor tersebut dikombinasikan sehingga
didapatkan 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Variabel pengamatan meliputi
intensitas cahaya (lux), kelembapan relatif (%),suhu (
oC), curah hujan (mm/bulan), tinggi
tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah cabang (tangkai), umur berbunga (HST),
berat kering brangkasan (g), jumlah bintil akar (bintil), jumlah bintil akar efektif (bintil),
jumlah polong (buah). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam
(
ANOVA), dan apabila berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’s
Multiple Range Test
dengan taraf 5%. Selanjutnya, dilakukan analisis korelasi untuk
mengetahui hubungan antar variabel pertumbuhan dan hasil tanaman.
Hasil menunjukkan bahwa interaksi antara biochar 15 ton/ha, dosis pupuk
kandang sapi 100% : urea 0?ngan pola tanam monokultur menghasilkan jumlah
polong paling baik (28,4 polong) dibandingkan perlakuan lainnya. Interaksi antara tanpa
biochar dengan pola tanam tumpangsari menghasilkan tinggi tanaman paling baik
(58,82 cm), interaksi antara biochar 15 ton/ha dengan pola tanam tumpangsari
menghasilkan umur berbunga paling baik (0,49 HST), interaksi antara biochar 15 ton/ha
dengan pola tanam monokultur menghasilkan jumlah cabang paling baik (6 tangkai)
dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan pola tanam monokultur memberikan hasil
jumlah daun terbaik (31,44 helai), bobot kering brangkasan terbaik (4,34 g), jumlah bintil
akar terbaik (3,3 bintil), dan jumlah bintil akar efektif terbaik (1,42 bintil) dibandingkan
tumpangsari. Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa interaksi
perlakuan pemberian dosis biochar dengan 100% pupuk kandang sapi pada pola tanam
monokultur memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan hasil kedelai.