Penelitian ini
mengkaji suatu fenomena yang sedang berkembang dikalangan anak muda mengenai
aktivitas berbelanja pakaian bekas impor atau yang sering disebut dengan thrifting.Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis esensi dan makna
dari praktik thrifting yang dilakukan
oleh anak muda di Pasar Legi Jatinom Klaten. Metode penelitian yang digunakan
yaitu kualitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian etnografis. Pemilihan
informan dilakukan dengan cara menggunakan teknik purposive. Sementara itu, dalam penelitian ini menggunakan tiga
teknik pengumpulan data, yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik
analisis data menggunakan teknik analisis etnografi Creswell. Penelitian ini menggunakan teori
konsumerisme Jean Baudrillard.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa praktik thrifting tidak hanya menjadi aktivitas membeli dan mengonsumsi
pakaian bekas impor saja akan tetapi lebih dari itu praktik thrifting memiliki makna tersendiri bagi
para anak muda dimana thrifting
memiliki makna sebagai serangkaian proses yang kompleks kaitannya dalam hal mode fashion. Dalam praktik thrifting,
para konsumen tidak hanya memakai pakaian bekas impor yang mereka beli
berdasarkan nilai fungsional saja, akan tetapi lebih dari itu bahwa konsumsi pakaian bekas impor yang dilakukan oleh
anak muda ketika thrifting juga
ditentukan oleh seperangkat hasrat untuk mendapatkan status, penghormatan, prestice, dan konstruksi identitas
melalui suatu “mekanisme penandaan”. Pakaian bekas yang dinilai oleh sebagian
orang secara negatif ternyata memiliki nilai tersendiri bagi para pelaku thrifting di mana hal ini tidak terlepas
dari simulasi yang membuat pakaian thrift dipresentasikan sebagai sebuah hal
yang unik, luxury atau vintage yang menciptakan sebuah
hiperrealitas di mana nilai barang tidak lagi berhubungan dengan kondisi atau
fungsi aslinya akan tetapi memiliki citra dan fungsi tersendiri bagi para
penggemarnya yang merepresentasikan sebuah kemewahan untuk membuat suatu diferensiasi
dan membedakan kelas sosial.