;
Kursi dalam budaya Jawa bukan hanya sebuah benda
atau sekedar perabotan rumah tangga. Budaya Jawa memposisikan kursi sebagai
sebuah benda dengan nilai luhur yang ditinggalkan oleh leluhur khususnya Raja
di Kerajaan Jawa, salah satunya Keraton Kasunanan Surakarta. Kursi sangat erat
kaitannya dengan budaya duduk orang Jawa yang sangat beragam dan juga berbeda
di setiap strata sosial masyarakatnya. Perbedaan strata sosial masyarakat Jawa
salah satunya tercermin dari sikap duduknya, begitu pula piranti yang
digunakan, yaitu berupa kursi. Kursi yang digunakan oleh Raja atau kalangan bangsawan
berbeda dengan kursi yang digunakan oleh kawula atau masyarakat kelas
bawah.Salah satu contohnya adalah kursi milik Pakubuwono X yaitu seorang raja
dari Keraton Kasunanan Surakarta. Kursi milik Pakubuwono X memiliki simbol -
simbol yang memiliki makna tersirat yang tidak ditampakkan secara gamblang.
Namun saat ini kursi raja hanya sebatas artefakĀ
yang dimuseumkan tanpa hadirnya nilai luhur dikarenakan kurangnya
perhatian masyarakat terhadap nilai luhur budaya Jawa khususnya nilai luhur
yang ada dalam budaya Jawa. Dari masalah tersebut, Kursi Pakubuwono X dikaji
dengan menggunakan teori hermeneutika, yaitu sebuah teori untuk menafsirkan
makna dalam sebuah benda, dalam konteks ini adalah benda sejarah.. Tulisan ini
bertujuan untuk mengingat kembali, bahwa kursi yang ada dalam budaya Jawa
adalah sebuah karya yang memiliki nilai luhur dan syarat akan makna baik.
Tulisan ini akan membahas tentang bentuk makna Kursi Pakubuwono X dengan latar
belakang budaya masyarakat dan juga lingkungan Keraton Surakarta pada era
kekuasaan Pakubuwono X yang memiliki makna - makna yang menunjukkan kekuasaan,
kebaikan dan keluhuran seorang Raja.