;
Penelitian ini merupakan analisis wacana tentang pemikiran Hamid Fahmy Zarkasyi mengenai konsep moderasi Islam. Konsep moderasi ini kemudian diadaptasi oleh Kemenag RI sebagai acuan dalam kehidupan moderasi beragama di Indonesia. Konsep moderasi ala Kemenag RI memicu kontroversi dan kritik dari Hamid Fahmy Zarkasyi. Hamid Fahmy Zarkasyi dikenal sebagai cendekiawan Muslim Indonesia yang gencar menyuarakan perang pemikiran terhadap liberalisme dan orientalisme melalui karya tulisannya maupun lembaga dan gerakan sosial yang dijalankan. Penelitian ini berfokus kepada bagaimana analisis wacana Hamid mengenai konsep moderasi melalui tulisan-tulisannya. Sebagai komunikator, Hamid menyuarakan wacananya mengenai konsep moderasi Islam melalui tulisan-tulisannya yang tercantum dalam buku ‘Misykat: Refleksi tentang Liberalisasi, Westernisasi, dan Islam’. Menggunakan teori analisis wacana Norman Fairclough, penulis membedah satu-persatu wacana melalui analisis teks dari tiga teks tentang moderasi yang ditulis oleh Hamid. Secara garis besar, Hamid menggunakan kata-kata kritik dan sanggahan dalam tulisannya dalam menanggapi konsep moderasi ala Barat. Komunikator juga membandingkan pendapat-pendapat beberapa cendekiawan Barat yang juga merefleksikan perbedaan pendapat tentang moderasi. Menyimpulkan wacana bahwa konsep moderasi itu sendiri bermasalah. Pada tahap praktik wacana ditemukan bahwa produsen teks, INSISTS, merupakan sebuah lembaga yang bergerak pada bidang pemikiran Islam dan banyak mengkritik pemikiran-pemikiran Barat dan mengklarifikasi dan merumuskan kembali konsep dan metodologi dalam khazanah pemikiran dan peradaban Islam. Pada level sosiokultural terlihat bahwa munculnya konsep moderasi ala Barat memicu komunikator untuk menuliskan wacananya mengenai konsep moderasi dalam tulisan. Lebih lanjut, munculnya buku Moderasi Beragama oleh Kemenag juga memunculkan wacana yang tidak jauh berbeda dari konsep moderasi ala Barat. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa komunikator dalam wacana-wacana yang disampaikan melalui tulisan-tulisannya menjelaskan bahwa komunikator tidak setuju dengan wacana moderasi secara umum. Karena menurut Hamid, Islam sudah memiliki konsep moderasi yang disebut wasathiyah. Wasathiyah sendiri memiliki konsep dan definisi epistimologis yang berbeda dengan konsep moderat yang dibawakan oleh Barat. Sehingga toleransi dalam Islam bukan diartikan seabgai menghargai dan menghormati agama lain, tetapi tidak mengganggu, tidak merusak, dan membiarkan saat agama lain melaksanakan ritual keagamaannya.