Setiap penurunan satu unit beban kerja akan meningkatkan kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi sebesar 0,186 (β = 0,186; p = 0,027 < 0>β = 0,457; p = 0,000 < 0>β = 0,291; p = 0,000 < 0>β = 0,533; p = 0,000 < 0>β = 0,202; p = 0,018 < 0>β = 0,613; p = 0,000 < 0> Sementara secara tidak langsung terdapat pengaruh positif yang signifikan pelatihan PCo preeklamsi terhadap kinerja bidan yang dimediatori oleh kompetensi PCo preeklamsi (hasil Sobel test 2,972 > 1,96, SE: 1,724, p = 0,003 < 0> 1,96, SE: 0,359, p = 0,029 < 0>Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pengalaman kerja dan supervisi pimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui pelatihan PCo Preeklamsi. Irwin et al. (2019) menyebutkan bahwa lama kerja tidak selalu berbanding positif dengan kinerja karena pengalaman kerja yang dimiliki individu sangat dipengaruhi aktivitas kerjanya. Bidan dengan masa kerja lama namun tidak pernah melakukan penatalaksanaan preeklamsi maka tidak memiliki pengalaman melakukan aktifitas penanganan kasus preeklamsi sehingga berdampak pada kompetensi dan kinerja yang rendah. Syamsiedi et al. (2018) mengatakan bahwa supervisi tidak berhubungan dengan kinerja bidan. Upaya pimpinan dalam memahami, menerima dan memotivasi bidan melalui pendekatan kepribadian dalam supervisi akan lebih mempengaruhi subyek. Oleh karena itu kegiatan supervisi pimpinan yang sudah ada harus ditingkatkan melalui regulasi yang jelas, dengan memperhatikan perdekatan personal dan umpan balik kepada bidan yang disupervisi agar dapat meningkatkan kinerja bidan. Maka dari itu model kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui pelatihan PCo Preeklamsi yang tepat dapat dirumuskan dengan mempertahankan dan meningkatkan variabel yang berpengaruh langsung terhadap kinerja bidan yakni pengaturan beban kerja, motivasi kerja, kompetensi PCo Preeklamsi, serta mempertahankan variabel yang berpengaruh tidak langsung yakni pelatihan PCo Preeklamsi dan eksistensi regulasi. Kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui pelatihan PCo sangat penting, akan tetapi bidan menjadi kurang berdaya tanpa dukungan dari semua pihak, maka dari itu, dukungan yang kuat dari pemerintah, dinas kesehatan, pimpinan puskesmas, organisasi profesi dan masyarakat sangat diperlukan. Dukungan dapat berupa berbagai sumber daya baik moril, materil, maupun finansial. Nilai kebaruan dari hasil penelitian ini yaitu: (1) Secara teoritis gabungan Teori Precede-Proceed, yang di kombinasi dengan Teori kompetensi penyedia layanan kesehatan dalam modul kompetensi praktik kebidanan WHO dan Teori Kinerja Gibson dapat digunakan secara bersama-sama untuk merumuskan model kinerja bidan, sebagai upaya meningkatkan dan mengendalikan status kesehatan dalam hal ini insiden preeklamsi pada ibu nifas; (2) secara praktis, hasil penelitian selain menghasilkan solusi baru berupa model kinerja bidan dalam upaya penurunan preeklamsi juga menghasilkan luaran lain berupa (a) Modul Pelatihan Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi; (b) Instrumen pengukur kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan sikap) Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi; (c) Model Pelatihan Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi bagi bidan. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pada Studi Satu meski terbukti efektifitas pelatihan PCo Preeklamsi dalam meningkatkan kompetensi PCo bidan, meningkatkan kinerja bidan dan menurunkan insiden preeklamsi namun perlu dinilai kembali dalam kurun waktu satu tahun baik pada kelompok kontrol maupun intervensi. Pada Studi Dua belum melihat efektifitas model kinerja bidan yang telah dirumuskan terhadap penurunan insiden preeklamsi. Oleh karenanya perlu penelitian lanjutan, salah satunya melakukan uji coba model kinerja bidan yang dihasilkan oleh penelitian ini terkait efektifitasnya dalam penurunan insiden preeklamsi" />
Susilo Rini. T642108006. Model Kinerja Bidan dalam Upaya Penurunan
Insiden Preeklamsi Melalui Pelatihan Postnatal Complementary Care (PCo) di
Kabupaten Banyumas. Pembimbing (Promotor: Prof. Dr. Soetrisno, Sp.OG (K)), (Ko
Promotor I: Prof. Dr. Suminah, MSi), (Ko Promotor II: Dr. Tri Rejeki Andayani,
S.Psi, M.Si). Program Studi Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan
Masyarakat Minat Utama Promosi Kesehatan. Sekolah Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
RINGKASAN
Angka Kematian Ibu
(AKI) akibat preeklamsi mencapai 14 persen di seluruh dunia. Sejalan dengan hal
tersebut data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan
penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah preeklamsi sebesar 32 persen.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2022 juga menunjukkan bahwa
50,7 persen kematian ibu terjadi pada masa nifas, dengan penyebab tertinggi non
covid adalah akibat hipertensi/preeklamsi sebanyak 16 persen. Kabupaten
Banyumas merupakan kabupaten dengan angka kematian ibu pada masa nifas tertinggi
di Jawa Tengah pada tahun 2022 yang mencapai 17 kasus (70,8 persen), dengan
penyebab tertinggi adalah preeklamsi (66,7 persen). Meskipun AKI akibat
preeklamsi pada masa nifas cukup tinggi, namun belum
terdapat program khusus pencegahan dan penanganan preeklamsi pada masa nifas. Kebijakan
nasional Kunjungan Nifas (KF) oleh bidan memberikan asuhan meliputi pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemantauan involusi, pemantauan trias nifas (perdarahan,
infeksi dan trauma jalan lahir), pemberian kapsul vitamin A, anjuran ASI
eksklusi, dan pelayanan KB pascapersalinan sementara deteksi dini preeklamsi
hanya dilakukan jika ada tanda gejala atau keluhan dari ibu nifas. Hal ini
memberi celah tidak terdeteksinya kasus preeklamsi pada masa nifas. Oleh karena
itu, perlu penguatan upaya pencegahan tanpa harus menunggu munculnya tanda
gejala preeklamsi.
Pergeseran paradigma pelayanan kebidanan
konvensional dan komplementer menjadi bagian penting dari praktik kebidanan. Terapi
komplementer menyediakan modalitas baru pencegahan preeklamsi tanpa harus
menunggu gejala muncul. Hasil penelitian menyebutkan aromatherapi lavender, warm
footbath, slow stroke back massage dan terapi fisik terbukti mampu
menurunkan/mencegah terjadinya preeklamsi. Meski demikian hal ini, belum banyak
diketahui dan diimplementasikan karena keterbatasan sumberdaya manusia yang
mempengaruhi kinerja bidan dalam pencegahan dan penanganan preeklamsi melalui
terapi komplementer. Hasil penelitian Muflihah dkk, tentang pelaksanaan terapi
komplementer kebidanan di Kabupaten Banyumas tahun 2021, menunjukkan dari 192
bidan hanya 8,85 persen yang menerapkan terapi komplementer, namun 95,31
persennya belum mengikuti pelatihan resmi. Hal ini juga berdampak pada kurang
optimalnya kinerja bidan dalam pencegahan/penanganan preeklamsi melalui terapi
komplementer. Kinerja bidan dipengaruhi oleh motivasi (gaji, remunerasi, dukungan,
kesempatan, keamanan, pengakuan, penghargaan, promosi dan peralatan), iuran
organisasi, pengalaman manajer, sosiodemografi, supervisi, beban kerja, psychological
empowerment, task commitment, pelatihan, dan kompetensi. Namun hingga saat
ini belum ada model peningkatan kinerja bidan melalui pelatihan terapi
komplementer dalam upaya penurunan preeklamsi pada ibu nifas.
Tujuan penelitian ini adalah tersusunnya model
kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui pelatihan Postnatal
Complementary Care (PCo). Penelitian ini berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya karena memiliki orisinalitas pada: (1) tujuan
penelitian ini terdiri dari Studi Satu untuk mengembangkan model pelatihan PCo Preeklamsi
dan Studi Dua untuk membangun model kinerja bidan,
(2) lingkup variabel dalam penelitian ini memiliki empat variabel terukur pada Studi
Satu dan delapan variabel terukur pada Studi Dua.
Desain penelitian ini
terdiri dari dua studi penelitian yakni Studi Satu (penelitian RnD dengan
pendekatan ADDIE) dan Studi Dua (penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional).
Populasi yaitu bidan puskesmas aktif di wilayah Kabupaten Banyumas sejumlah 1278 orang. Sampel Studi Satu: tahap
analisis berupa penelitian kualitatif dengan enam bidan sebagai informan kunci,
dan enam stakeholder terkait sebagai informan pendukung, pada tahap development
uji pakar dan uji coba terbatas dengan 30 bidan, dan pada tahap implementasi
dengan 66 bidan, sedangkan sampel Studi Dua sejumlah 133 bidan. Teknik sampling menggunakan multistage random
sampling. Variabel penelitian pada Studi Satu tahap implementasi terdiri
dari variabel bebas yakni pemberian pelatihan PCo Preeklamsi dan variabel
terikat kompetensi PCo, kinerja bidan, dan penurunan insiden preeklamsi, sedangkan
pada Studi Dua variabel eksogen meliputi pelatihan PCo Preeklamsi, pengalaman
kerja, regulasi, beban kerja, kompetensi PCo, motivasi kerja dan supervisi. Variabel
endogen meliputi kompetensi PCo, motivasi kerja, supervisi dan kinerja bidan.
Instrumen penelitian
menggunakan panduan indepth interview, panduan FGD, lembar observasi dan
kuesioner dalam bentuk skala likert. Analisis data Studi Satu berdasarkan
tahapan ADDIE: (1) Analysis: studi literatur dan penelitian kualitatif
(2) design, (3) development dengan uji pakar menggunakan V
Aikens dan uji terbatas (menggunakan uji beda independent t-test-mann
withney), (4) implementasi (menggunakan uji beda: independent t-test-mann
withney), (5) Evaluasi, menggunakan paired t-test-wilcoxon.
Pada Studi Dua menggunakan path analysis melalui tahapan: (1)
spesifikasi model, (2) identifikasi model, (3) kesesuaian model, (4) estimasi
parameter dan (5) respesifikasi model.
Hasil penelitian Studi
Satu pada setiap tahapan: (1) Analisis: merupakan penelitian kualitatif
dengan karakteristik informan utama enam bidan dan enam informan pendukung
yaitu ibu nifas preeklamsi, Bidan Koordinator Puskesmas, Kepala Puskesmas, Ketua IBI,
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat serta Kepala Sub Koordinator Pelayanan
Kesehatan Primer dan Tradisional di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas. Hasil analisis kualitatif,
menemukan empat tema utama dari hasil indepth interview, yakni (a) pengetahuan,
sikap, pengalaman kerja bidan dalam penatalaksaan preeklamsi dan pemberian PCo
pada ibu nifas, (b) diskrepansi
antara kinerja standar dan aktual yang dimiliki bidan dalam mengoptimalkan asuhan
untuk pencegahan preeklamsi pada masa nifas, (c) materi, sumber, waktu, metode,
media, tempat dan legalitas pelatihan PCo Preeklamsi, (d) tantangan/hambatan
serta dukungan solusi dalam penerapan hasil pelatihan PCo Preeklmasi,
dan tiga tema utama hasil FGD yang
melengkapi hasil indepth interview, yakni, (b) diskrepansi antara kinerja standar dan
aktual yang dimiliki bidan dalam mengoptimalkan asuhan untuk pencegahan
preeklamsi pada masa nifas, (c) materi, sumber, waktu, metode, media, tempat dan
legalitas pelatihan PCo Preeklamsi, (d) tantangan/hambatan serta dukungan
solusi dalam penerapan hasil pelatihan PCo Preeklmasi; (2) Design, membuat produk model pelatihan
PCo Preeklamsi yang dilengkapi kurikulum dan video pembelajaran. (3) Development dengan uji pakar dan uji terbatas
(menggunakan independent t-test dan mann whitney), hasil V Aiken’s penilaian empat pakar dan satu bidan, berada pada kategori sangat tinggi dengan nilai rerata 0,95, begitu
juga pada uji terbatas, hasil uji independent
t-test menunjukkan ada perbedaan kompetensi antara kedua kelompok (p
value 0,003 < 0>lebih tinggi pada kelompok intervensi. Hasil
uji mann whitney juga menunjukkan ada perbedaan kinerja antara kedua
kelompok (p value 0.007 < 0>lebih tinggi pada kelompok intervensi,
sehingga model dinyatakan valid, (4) Implementasi, model penelitian diterapkan dengan uji
beda dua kelompok yakni 33 bidan kelompok kontrol dan 33 bidan kelompok
intervensi, hasil independent t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan kinerja antara kelompok kontrol dan
intervensi (nilai p value 0,030 < 0>) dengan selisih mean
antar kelompok sebesar 11,394 lebih tinggi pada kelompok intervensi. Hasil uji mann
whitney juga menunjukkan bahwa ada perbedaan kompetensi antara kelompok
kontrol dan intervensi (nilai p value 0.000 < 0>dengan selisih mean
antar kelompok sebesar 20,7 lebih tinggi pada kelompok intervensi, (5) Evaluasi, hasil uji wilcoxon menunjukkan
nilai P 0,006 < 0>Postnatal
Complementary Care (PCo) Preeklamsi terbukti dapat menurunkan insiden
preeklamsi pada ibu nifas. Berdasarkan evaluasi dari setiap tahapan maka model
pelatihan Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi layak dan dapat
diterapkan sebagai pedoman pelatihan untuk meningkatkan kompetensi PCo Preeklamsi
dan kinerja bidan dalam upaya menurunkan insiden preeklamsi pada ibu nifas.
Studi Dua: menunjukkan
bahwa karakteristik bidan mayoritas berusia lebih dari sama dengan 42 tahun
(51,1%) dengan pendidikan terakhir mayoritas adalah D3 Kebidanan (60,9%). Analisis
univariat menunjukkan bahwa sebagian besar bidan belum pernah mengikuti
pelatihan PCo Preeklamsi (75,19%), dan mayoritas memiliki pengalaman kerja
kurang dari 20 tahun (51,1%). Dukungan regulasi terkait PCo mayoritas
mengatakan cukup baik (77,44%). Sebagian besar bidan memiliki beban kerja cukup
(60,90%), kompetensi PCo Preeklamsi cukup (53,38%), motivasi kerja cukup (63,91%),
supervisi pimpinan cukup (69,17%) dan kinerja bidan yang juga mayoritas cukup
baik (63,16%). Hasil analisis bivariat menunjukkan
bahwa semakin baik skor beban kerja, motivasi kerja, dan kompetensi PCo Preeklamsi
maka semakin baik kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi. Semakin
baik skor pelatihan PCo maka semakin baik kompetensi PCo Preeklamsi yang
dimiliki bidan, begitu juga semakin baik skor regulasi maka semakin baik pula
motivasi kerja dan supervisi pimpinan.
Hasil analisis jalur (path analysis) menunjukkan goodness of fit measure (pengukuran kecocokan model) diperoleh nilai fit index (indeks kecocokan) CMIN sebesar 9,124 dengan nilai p value 0,104 > 0,05, GFI= 0,983 > 0,90, NFI= 0,965 > 0,90, CFI= 0,982 > 0,95 dan RMSEA= 0,079 < 0 name="_Hlk177306019">Setiap penurunan satu unit beban kerja akan meningkatkan kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi sebesar 0,186 (β = 0,186; p = 0,027 < 0>β = 0,457; p = 0,000 < 0>β = 0,291; p = 0,000 < 0>β = 0,533; p = 0,000 < 0>β = 0,202; p = 0,018 < 0>β = 0,613; p = 0,000 < 0> Sementara secara tidak langsung terdapat pengaruh positif yang signifikan pelatihan PCo preeklamsi terhadap kinerja bidan yang dimediatori oleh kompetensi PCo preeklamsi (hasil Sobel test 2,972 > 1,96, SE: 1,724, p = 0,003 < 0> 1,96, SE: 0,359, p = 0,029 < 0>
Hasil analisis juga
menunjukkan bahwa pengalaman kerja dan supervisi pimpinan tidak berpengaruh
terhadap kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui
pelatihan PCo Preeklamsi. Irwin
et al. (2019) menyebutkan
bahwa lama kerja tidak selalu berbanding positif dengan kinerja karena
pengalaman kerja yang dimiliki individu sangat dipengaruhi aktivitas kerjanya. Bidan
dengan masa kerja lama namun tidak pernah melakukan penatalaksanaan preeklamsi
maka tidak memiliki pengalaman melakukan aktifitas penanganan kasus preeklamsi
sehingga berdampak pada kompetensi dan kinerja yang rendah. Syamsiedi et al.
(2018) mengatakan bahwa supervisi tidak berhubungan dengan kinerja bidan. Upaya
pimpinan dalam memahami, menerima dan memotivasi bidan melalui pendekatan
kepribadian dalam supervisi akan lebih mempengaruhi subyek. Oleh karena itu
kegiatan supervisi pimpinan yang sudah ada harus ditingkatkan melalui regulasi
yang jelas, dengan memperhatikan perdekatan personal dan umpan balik kepada
bidan yang disupervisi agar dapat meningkatkan kinerja bidan. Maka dari itu
model kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi melalui pelatihan
PCo Preeklamsi yang tepat dapat dirumuskan dengan mempertahankan dan
meningkatkan variabel yang berpengaruh langsung terhadap kinerja bidan yakni pengaturan
beban kerja, motivasi
kerja, kompetensi PCo Preeklamsi, serta mempertahankan variabel
yang berpengaruh tidak langsung yakni pelatihan PCo Preeklamsi dan eksistensi regulasi. Kinerja bidan dalam upaya penurunan insiden preeklamsi
melalui pelatihan PCo sangat penting, akan tetapi bidan menjadi kurang berdaya tanpa
dukungan dari semua pihak, maka dari itu, dukungan yang kuat dari pemerintah,
dinas kesehatan, pimpinan puskesmas, organisasi profesi dan masyarakat sangat
diperlukan. Dukungan dapat berupa berbagai sumber daya baik moril, materil,
maupun finansial.
Nilai kebaruan dari
hasil penelitian ini yaitu: (1) Secara teoritis
gabungan Teori Precede-Proceed, yang di kombinasi dengan Teori
kompetensi penyedia layanan kesehatan dalam modul kompetensi praktik kebidanan
WHO dan Teori Kinerja Gibson dapat digunakan secara bersama-sama untuk
merumuskan model kinerja bidan, sebagai upaya meningkatkan dan mengendalikan
status kesehatan dalam hal ini insiden preeklamsi pada ibu nifas; (2) secara praktis, hasil penelitian selain
menghasilkan solusi baru berupa model kinerja bidan dalam upaya penurunan
preeklamsi juga menghasilkan luaran lain berupa (a) Modul Pelatihan Postnatal
Complementary Care (PCo) Preeklamsi; (b) Instrumen pengukur kompetensi (pengetahuan,
keterampilan dan sikap) Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi; (c)
Model Pelatihan Postnatal Complementary Care (PCo) Preeklamsi bagi bidan.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pada Studi Satu meski terbukti efektifitas pelatihan PCo Preeklamsi dalam meningkatkan kompetensi PCo bidan, meningkatkan kinerja bidan dan menurunkan insiden preeklamsi namun perlu dinilai kembali dalam kurun waktu satu tahun baik pada kelompok kontrol maupun intervensi. Pada Studi Dua belum melihat efektifitas model kinerja bidan yang telah dirumuskan terhadap penurunan insiden preeklamsi. Oleh karenanya perlu penelitian lanjutan, salah satunya melakukan uji coba model kinerja bidan yang dihasilkan oleh penelitian ini terkait efektifitasnya dalam penurunan insiden preeklamsi