Kelompok
gay di Indonesia sering mengalami diskriminasi dan marginalisasi karena
dianggap tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Terlebih
lagi di kota Solo yang terkenal dengan istilah ‘Kota Toleran’ yang malah
mendiskriminasi keberadaan kelompok gay. Namun, dengan berkembangnya teknologi
dan media sosial, khususnya TikTok, banyak dari mereka mulai berani
mengkomunikasikan identitas mereka secara terbuka. Penelitian ini
mengeksplorasi cara kelompok gay di Solo menggunakan TikTok untuk mengungkapkan
diri mereka, termasuk pendekatan, tujuan, strategi, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan mereka dalam menggunakan platform ini. Dalam prosesnya,
ditemukan bahwa kelompok gay menggunakan berbagai pendekatan, seperti asertif,
non-asertif, dan agresif, dengan dua tujuan utama yaitu asimilasi dan
akomodasi. Beberapa strategi yang diidentifikasi mencakup cara halus dan tidak
mencolok, penyampaian pesan secara tegas namun tetap kondusif, serta penggunaan
konten video yang kuat. Pengalaman sebelumnya dengan kelompok dominan, evaluasi
situasi yang aman, dan pertimbangan dampak jangka panjang menjadi faktor-faktor
kunci dalam pengambilan keputusan mereka untuk menggunakan TikTok sebagai media
pengungkapan diri. Pengungkapan diri melalui TikTok ini menimbulkan berbagai
reaksi pro dan kontra dalam masyarakat, yang terlihat dari respon terhadap
konten yang mereka bagikan.