;
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaturan pengelolaan air minum
di Kabupaten Badung Provinsi Bali dalam perspektif keadilan ekologis dan merumuskan
model pengaturan ideal pengelolaan air minum yang berkeadilan ekologis. Penulis
menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan studi pustaka terhadap
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan air minum. Hasil
penelitian menunjukan nilai keadilan ekologis sudah dimuat dalam pengaturan
pemanfaatan sumber air baku untuk air minum pada Pasal 67 ayat (3) huruf (a)
Peraturan Daerah Badung No. 26 Tahun 2013 dan Bab IV Lampiran Peraturan Bupati
Badung No. 61 Tahun 2018. Yaitu adanya
pengakuan terhadap aspek keberlanjutan seperti kelestarian lingkungan dan
kesucian kawasan. Namun, nilai keadilan ekologis Brian Baxter belum dimuat
secara eksplisit pada tujuan kebijakan dan strategi daerah penyelenggaraan
sistem penyediaan air minum pada Pasal 2 huruf (c) Peraturan Bupati Badung No.
61 Tahun 2018, tujuan kegiatan usaha Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta
Mangutama pada Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Badung No. 7 Tahun
2019, serta ketentuan penggunaaan laba untuk tanggung jawab sosial dan
lingkungan pada Pasal 53 Ayat (2) Peraturan Daerah Badung No. 7 Tahun 2019. Substansi
pasal-pasal tersebut bernuansa antroposentris dan belum mempertimbangan
kepentingan non-manusia seperti lingkungan hidup. Di samping itu, konsekuensi Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 2021 terkait pembatasan pemanfaatan air baku dari mata
air maksimal 20 persen mengakibatkan penurunan produksi air baku dan mengganggu
layanan air minum ke masyarakat. Atas dasar ini dibutuhkan model pengaturan
pengelolaan air minum yang berkeadilan ekologis yaitu memasukan pilar
kebudayaan berupa falsafah Tri Hita Karana ke dalam batang tubuh, penjelasan
dan lampiran pengaturan pengelolaan air minum di Kabupaten Badung, khususnya
pada Pasal 2 huruf (c) Peraturan Bupati Badung No. 61 Tahun 2018, Pasal 8 Ayat
(1) (2), Pasal 53 Ayat (2) Peraturan Daerah Badung No. 7 Tahun 2019. Falsafah Tri
Hita Karana menjadi representasi asas kearifan lokal sebagaimana amanat Pasal
2 UU No. 17 Tahun 2019 juncto UU No. 6 Tahun 2023, serta menjadi dasar
terwujudnya pengaturan pengelolaan air minum yang adil, baik dalam aspek
spiritual, sosial maupun ekologis. Model pengaturan pengelolaan air minum yang
berkeadilan ekologis berlandaskan falsafah Tri Hita Karana menjadi solusi
yang ideal dalam mengakselerasi tujuan SDG-6.