Alasan yang mendasari penelitian ini adalah Taliban mengumumkan
perintah hijab di Afghanistan pada tahun 2022. Salah satu hijab yang diterapkan
ialah burqa Afghanistan. Mereka menyatakan bahwa burqa ini berdasar pada syariat
Islam. Namun setelah peneliti melihat gambar burqa Afghanistan, peneliti
melihat ada ciri khas tersendiri dan perbedaan dari burqa yang biasa dikenakan
oleh negara muslim lainnya. Ini memantik keingintahuan peneliti untuk
mengetahui lebih dalam mengenai budaya di balik burqa Afghanistan. Serta motif lain
Taliban dalam menerapkan burqa ini melalui perintah hijab.
Tujuan dari penelitian ini mencakup 2 hal, yaitu: (i) menjelaskan
langkah Taliban dalam menerapkan burqa di Afghanistan tahun 2021-2024 (ii) menjelaskan
ideologi, identitas, motif di balik burqa yang disisipkan Taliban melalui
perintah hijab.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. Setelah mendapat data-data
tersebut, peneliti menganalisisnya dengan teori fashion sebagai komunikasi Malcolm
Barnard dan teori hegemoni Antonio Gramsci.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (i) Taliban menerapkan
burqa secara perlahan melalui langkah sosialisasi lisan, sosialisasi tertulis,
serta menindak bagi siapa saja yang melanggar. (ii) Burqa yang diterapkan
Taliban melalui perintah hijab, merupakan pakaian yang dipengaruhi oleh budaya
Pashtunwali. Taliban yang menerapkan burqa berarti berusaha memelihara nilai,
keyakinan, dan budaya di balik burqa yaitu budaya Pashtunwali. Perintah hijab
dijadikan alat hegemoni Taliban untuk menanamkan ideologi yang mendominasi,
meraih supremasi sebagai penguasa baru, dan melawan perbedaan kelompok oposisi.
Mereka meraih persetujuan masyarakatnya dengan menyebarkan perintah ini melalui
media, pendidikan, agama, dan sistem keluarga.