Kemitraan
petani rempah dan perusahaan merupakan suatu cara untuk mengatasi permasalahan
yang sering dihadapi petani rempah yaitu mengenai keterbatasan akses pasar,
informasi harga dan modal. Kemitraan juga dapat memperluas pengembangan usaha
tani sehingga bertani tidak hanya subsisten namun berorientasi agribisnis.
Akibat hubungan kemitraan ini, maka memunculkan agency problem yaitu hubungan yang terjalin menguntungkan sepihak
padahal tujuan kemitraan adalah saling menguntungkan. Apalagi secara umum
petani berada pada posisi tawar yang rendah. Oleh karena itu perlu dirumuskan model kemitraan CSR perusahaan
industri jamu dan petani rempah agar petani rempah lebih berdaya dalam bermitra
sehingga kemitraan CSR dapat berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis
kebijakan perusahaan dalam program CSR petani mitra; (2) Menganalisis karakteristik petani dan peran
kelembagaan lokal dalam program
kemitraan;(3) Menganalisis proses pemberdayaan yang dilakukan perusahaan kepada
petani rempah; (4) Menganalisis pola dan tahapan kemitraan CSR; (5) Menganalisis
gambaran dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
kemitraan petani rempah dan perusahaan industri jamu baik secara langsung
maupun tidak langsung; (6) Merumuskan existing model kemitraan CSR
perusahaan industri jamu dengan petani rempah
dan (7) Merumuskan pengembangan model kemitraan CSR perusahaan industri
jamu dalam penguatan kapasitas petani rempah.
Metode penelitian menggunakan metode
campuran atau mixed methods, strategi embedded
konkuren yaitu metode campuran yang menerapkan pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dalam
satu waktu. Penelitian
mengambil studi kasus pada perusahaan Sido Muncul dengan mengambil responden
petani mitra sejumlah 221 petani yang tersebar di lima kabupaten di Jawa Tengah
(Karanganyar, Pati, Wonogiri. Pemalang dan Banyumas). Informan pada penelitian
ini berjumlah 14 orang terdiri dari manajemen perusahaan divisi CSR ( 4
informan), ketua kelompok tani/gapoktan ( 6 informan), pengepul tingkat desa (2
orang) dan PPL (2 orang). Metode pengumpulan data menggunakan teknik survei,
wawancara mendalam, dokumentasi dan diakhir penelitian dilakukan FGD untuk
mengkonfirmasi temuan penelitian dan triangulasi data. Data kualitatif dianalisis menggunakan interactive model menurut Miles dan Huberman (2014) dan analisis kuantitatif
menggunakan path dengan bantuan AMOS 24.
Hasil
penelitian adalah sebagai berikut : (1) Kebijakan CSR perusahaan Sido
Muncul adalah kebijakan keberlanjutan “Sido Selaras” yang terdiri dari lima
pilar salah satunya adalah bisnis yang inklusif yang menjadi strategi bisnis Sido Muncul dengan menyertakan petani ke dalam
rantai pasok bahan baku dalam kemitraan yang berbentuk kontrak farming; (2) Karakteristik
petani rempah terdiri dari karakteristik internal dan eksternal. Secara
internal usia petani mayoritas pada usia
42-50 tahun (27,60%), pekerjaan
utama sebagai petani (77,38%), pendapatan per bulan Rp 2.100.000,00 – Rp
3.000.000,00 (47,51%), pendidikan formal SD (37,10%) dan mengikuti pelatihan
tingkat desa (58,82%). Secara eksternal petani rempah memiliki modal sosial
yang kuat hal ini terlihat dari partisipasi, nilai bersama dan tindakan
kolektif dalam melakukan pemasaran maupun melakukan negosiasi harga ke Sido
Muncul. Kelompok tani berperan untuk menampung hasil panen petani, melakukan
proses pasca panen (penjemuran, pengeringan, penyortiran dan pengangkutan),
saluran komunikasi petani dengan perusahaan, memfasilitasi transfer pengetahuan
dan teknologi melalui penyuluhan maupun pendampingan serta memperluas jaringan
pemasaran bisnis; (3) Pemberdayaan petani rempah dilakukan oleh perusahaan
untuk meningkatkan kapasitas petani dalam menghasilkan bahan baku jamu yang
berkualitas sesuai standar dan pasokan yang kontinue. Pemberdayaan
petani rempah dilakukan dengan tahapan perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi dan
monitoring ; (4) Pola kemitraan
perusahaan dan petani adalah pola subkontrak dan petani melakukan pemasaran
kolektif melalui poktan/gapoktan. Perusahaan membuat perjanjian kerjasama
kemitraan dengan Poktan/gapoktan sehingga kelembagaan lokal ini berperan untuk
bernegosiasi serta menghubungkan
perusahaan dan petani. Tahapan kemitraan CSR perusahaan dan petani rempah meliputi
tahap filantropi, transaksional dan integratif.(5) Keberhasilan tingkat kemitraan (Y4) secara langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi oleh kualitas
pendampingan (X1), dukungan lingkungan sosial budaya (X2), motivasi petani rempah
(X3), kapasitas petani rempah (Y1) dan perilaku komunikasi petani rempah (Y3). Secara
tidak langsung tingkat keberhasilan kemitraan (Y4) dipengaruhi oleh kualitas pendampingan
(X1) melalui perilaku komunikasi petani (Y3), dukungan lingkungan sosial budaya
(Y2) berpengaruh tidak langsung terhadap tingkat keberhasilan kemitraan (Y4)
melalui kapasitas petani rempah (Y2) dan perilaku komunikasi petani rempah (Y3)
serta motivasi petani (X3) berpengaruh tidak langsung melalui kapasitas petani
rempah (Y1). Persepsi pada atribut kemitraan (Y2) tidak berpengaruh pada tingkat
keberhasilan kemitraan (Y4); (6) Model kemitraan CSR perusahaan industri jamu
dan petani rempah yang ada saat ini berkelanjutan karena adanya penciptaan
nilai bersama yaitu nilai ekonomi, sosial dan ekologi; (7) Model kemitraan CSR perusahaan industri jamu dalam penguatan
kapasitas petani rempah direkomendasikan untuk meningkatkan keberhasilan
kemitraan CSR berkelanjutan yang berdampak pada kesejahteraan petani rempah. Penguatan
kapasitas petani harus didukung dengan kebijakan CSR perusahaan, kebijakan
pemerintah dan penguatan kelompok tani dalam melakukan pemasaran kolektif.
Kesimpulan : Penyusunan model kemitraan CSR perusahaan industri jamu dengan petani
rempah ini bertujuan untuk tercapainya keberhasilan kemitraan CSR yang
berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan ekonomi petani sebagai salah satu
indikator peningkatan kesejahteraan petani. Keberhasilan kemitraan CSR ini
tercapai jika disertai penguatan kapasitas petani rempah yang didukung oleh
kualitas pendampingan CSR, dukungan poktan/gapoktan, motivasi petani yang
tinggi dan perilaku komunikasi petani yang efektif.