Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang memberikan pengaruh pada
berbagai aktivitas masyarakat, di antaranya adalah cara individu dalam bersosialisasi. Interaksi
antar individu pada globalisasi dilakukan melalui sosial media. Melalui platform tersebut mereka
dapat saling menyapa, mengobrol, diskusi, atau pun berbagi momen bersama keluarga, teman,
dan pasangan. Menurut data, mayoritas pengguna sosial media berasal dari kalangan remaja
karena memiliki kebutuhan sosial yang tinggi, dimana bisa mereka dapatkan melalui pertemanan
dan hubungan romantis. Akhir-akhir ini banyak sekali remaja yang memperlihatkan konten
umbaran kasih sayang atau Public Display of Affection (PDA) bersama pasangan di sosial media.
Fenomena tersebut menarik untuk digali lebih lanjut terkait strukturasi nilai dari keluarga dan
masyarakat mempengaruhi perilaku PDA , serta cara remaja menavigasi ekspresi kasih sayang di
platform digital. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Wawancara dilakukan dengan mengambil lima pasangan remaja dengan jenjang pendidikan
(SMP, SMA, dan Universitas), konten kreator, orangtua, serta melibatkan sudut pandangan
masyarakat secara umum. Fenomena ini diavalidasi menggunakan trianngulasi lalu dianalisis
menggunakan model interaktif Teori Hiperrealitas Jean Baudrillard. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa meskipun terdapat stigma negatif terhadap PDA di ruang publik, media
sosial memberikan ruang alternatif bagi remaja untuk mengekspresikan kasih sayang dalam
lingkungan yang lebih diterima oleh teman sebaya mereka. Fitur-fitur media sosial
memungkinkan remaja untuk mengontrol audiens mereka, menciptakan lingkungan yang lebih
mendukung bagi ekspresi kasih sayang. Penelitian ini memberikan wawasan tentang dinamika
sosial remaja di era digital dan implikasinya bagi nilai-nilai budaya dan pendidikan di
masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan edukasi dan bentuk refleksi diri
dalam bertindak.