Penelitian ini
bertujuan menggagas penafsiran baru dan teori baru terhadap sumber daya ekonomi
digital yang harus dikuasai negara karena selama ini konstitusi Indonesia hanya
membatasi penguasaan negara terhadap sumber daya alam dan belum mengatur sumber
daya ekonomi digital. Padahal, kekayaan Indonesia di ruang digital sangat besar
seperti data yang berada dalam jaringan telekomunikasi. Untuk menganalisis
masalah tersebut, metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
menafsirkan norma konstitusi secara hermeneutik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
sebagai inti dari konsep penguasaan negara terhadap sumber daya alam harus
ditafsir sesuai dengan perkembangan saat ini. Negara harus menguasai data
sebagai katalisator sumber daya ekonomi digital dalam konteks negara
kesejahteraan di era digital. Frasa “Bumi dan Air” diperluas maknanya dengan
keberadaan data dalam ekonomi digital yang peranannya sangat penting. Sedangkan
frasa “kekayaan alam yang terkandung di dalamnya” harus dimaknai kekayaan bukan
hanya yang ada di dalam bumi dan air tetapi juga kekayaan yang berada di
atasnya yaitu pada data yang tersimpan dalam jaringan internet. Penafsiran ini
dilakukan agar konstitusi terus hidup mengikuti perkembangan masyarakat dalam mewujudkan
kedaulatan digital bangsa Indonesia dari dampak negatif kemajuan teknologi
seperti kolonialisme data, ancaman privasi dan gangguan keamanan nasional.
Kedaulatan digital merupakan realisasi dari teori relasi konstitusi di era
digital di mana konstitusi berfungsi menyeimbangkan antara kepentingan
kapitalisme-liberalisme, kepentingan mensejahterahkan rakyat dan kepentingan
melindungi data pribadi warga negara. Oleh karena itu, rekomendasi penelitian
ini adalah mengamandemen ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 sesuai
dengan gagasan penafsiran hermeneutik ini.