;
Kebijakan Jangka waktu hak guna bangunan di Ibu Kota Nusantara belum memberikan kepastian hukum, hal ini terlihat dalam perbedaan jangka waktu hak guna bangunan di PP Nomor 12 Tahun 2023 menjelaskan hak guna bangunan bisa dimiliki paling lama 160 tahun dengan 2 siklus, tentu hal itu mengakibatkan konflik norma dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengatur hak guna bangunan bisa di miliki selama 50 tahun sedangkan PP Nomor 18 Tahun 2021 di atur hak guna bangunan bisa di miliki selama 80 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui, menganalisis dan mengkaji terkait dengan dasar validitas kebijakan jangka waktu hak guna bangunan di Ibu Kota Nusantara serta bagaimana model berkeadilan pengaturan jangka waktu hak guna bangunan di Ibu Kota Nusantara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, Sumber bahan hukum ada 2 yaitu bahan hukum primer dan sekunder, teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan serta pendekatan penelitian ini adalah pendekatan Undang-Undang, Konseptual Kasus dan Studi Komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan pertama dasar Validitas jangka waktu hak guna bangunan di Ibu Kota Nusantara itu masih tidak valid karena peraturan-peraturan harus di susun dalam rumusan yang bisa di mengerti, aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain, peraturan tidak boleh sering diubah. Kedua model jangka waktu Hak Guna Bangunan dalam pasal 19 PP Nomor 12 Tahun 2023 yang jangka waktunya 160 Tahun, hal itu tentu tidak valid karena tidak sesuai Pancasila, UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 2023, maupun peraturan perundang-undangan di atasnya, jika dibandingkan Malaysia pengaturan leasehold paling lama 99 Tahun