Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia dan dampak yang dialami oleh penyintas, termasuk reviktimisasi. Film Penyalin Cahaya dipilih sebagai objek penelitian karena secara eksplisit menggambarkan pengalaman penyintas kekerasan seksual yang menghadapi penghakiman sosial, stigma, dan tekanan dari institusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana reviktimisasi direpresentasikan dalam film Penyalin Cahaya. Reviktimisasi adalah proses di mana seseorang yang telah menjadi korban suatu tindak kejahatan atau trauma, mengalami kembali perasaan atau situasi yang mirip dengan kejadian traumatik tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi kualitatif, yang memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi elemen visual, naratif, dan dialog dalam film. Data dikumpulkan melalui observasi langsung dan studi dokumentasi terhadap adegan-adegan yang relevan, kemudian dianalisis menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reviktimisasi dalam Penyalin Cahaya ditampilkan melalui tiga bentuk utama: (1) penyebaran informasi pribadi tanpa izin, (2) budaya menyalahkan korban, dari pihak kampus maupun keluarga dan (3) upaya membungkam penyintas oleh pelaku, institusi, dan masyarakat seperti membakar barang bukti. Representasi ini memperlihatkan kompleksitas trauma yang dialami oleh penyintas dan menunjukkan kurangnya dukungan yang mereka terima.