Abstrak


KEABSAHAN PEMBUKTIAN DIGITAL FORENSIK TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI MATA UANG VIRTUAL (CRYPTOCURRENCY) (STUDI KOMPARATIF DI BEBERAPA NEGARA)


Oleh :
Angelina Agung Putri Zaman - E0021049 - Fak. Hukum

ANGELINA AGUNG PUTRI ZAMAN, 2025, E0021049, KEABSAHAN PEMBUKTIAN DIGITAL FORENSIK TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI MATA UANG VIRTUAL (CRYPTOCURRENCY) (STUDI KOMPARATIF DI BEBERAPA NEGARA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui legalitas pembuktian digital evidence terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Mata Uang Virtual (cryptocurrency) di Indonesia yang kemudian untuk membandingkan persamaan dan perbedaan pembuktian digital evidence terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Mata Uang Virtual (cryptocurrency) di Indonesia, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Singapura. Penelitian ini meggunakan metode hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan pendekatan komparasi (Comparative Approach). Bahan hukum yang digunakan diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan studi kepustakaan dan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme deduktif yang berpangkal pada premis mayor dan premis minor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keabsahan digital evidence telah memperoleh legitimasi hukum melalui UU ITE, khususnya Pasal 5 ayat (1), (2) dan Pasal 44 yang dibuktikan dalam beberapa kasus seperti Indra Kenz (penipuan trading binary option), PT Asabri (penggelapan dana), dan Rafael Alun (pencucian uang kripto) dimana bukti digital blockchain analysis dan rekaman transaksi cryptocurrency diterima sebagai alat bukti yang sah. Namun, implementasinya masih memerlukan minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP dan harus memenuhi prinsip chain of custody. Analisis komparatif menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam pengaturan bukti elektronik dibandingkan negara pembanding yang telah memiliki regulasi komprehensif. Persamaan fundamental terletak pada pengakuan bukti digital sebagai alat bukti yang sah, sedangkan perbedaan utama terletak pada mekanisme pengumpulan, pengelolaan, dan standar keabsahan bukti digital. Penelitian ini merekomendasikan perlunya pembaruan komprehensif meliputi standardisasi prosedur forensik digital, penguatan infrastruktur teknologi, peningkatan kapasitas penegak hukum, dan harmonisasi regulasi dengan standar internasional untuk pengaturan ideal bukti elektronik dalam kasus pencucian uang cryptocurrency di Indonesia.