Kebudayaan tiap daerah terus berkembang dan dilestarikan dari masa ke masa, akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa saat ini kebudayaan tradisional mulai tereleminasi digantikan oleh budaya modern seiring berkembangnya pola kehidupan masyarakat. Salah satu kebudayaan daerah yang mulai hilang ialah kebudayaan suku Batak. Kota Medan sendiri merupakan kota dengan jumlah penduduk Suku Batak terbesar di Indonesia (BPS, 2010) belum memiliki pusat kebudayaan yang merepresentasikan budaya Batak. Selain itu terdapat kendala yaitu satu-satunya Taman Kebudayaan Kota Medan telah dialihpindahkan ke bangunan PRSU (Pekan Raya Sumatera Utara) yang sulit dijangkau dan memiliki fungsi yang hanya berfokus pada penyelenggaraan festival (Salsabila, 2022). Pengadaan pusat kebudayaan merupakan jawaban dari permasalahan ini sebagai upaya preservasi kebudayaan (Edi Setyawan, 1994, dalam Marta, 2020) Suku Batak di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam perancangan antara lain mengikuti skema proses programming desain oleh David K. Ballast serta metode transfomasi pictoral transforming oleh Anthony Anthodias dalam mentransformasi bentuk Gorga Batak Toba yang akan diterapkan pada interior pusat kebudayaan Batak. Dalam perancangannya pusat kebudayaan Batak di Kota Medan mengangkat konsep bentuk Gorga Batak Toba serta konsep warnanya yaitu Tiga Bolit. Tujuan dari perancangan Pusat Kebudayaan Batak dengan implementasi bentuk Gorga Batak Toba di Kota Medan adalah menciptakan wadah yang representatif dan mampu meningkatkan daya tarik dan apresiasi masyarakat terutama kaum muda untuk melestarikan kembali budaya Batak.