Abstrak


Hubungan Asupan Protein Sumber Leusin dengan Persentase Massa Otot pada Remaja SMA/SMK/Sederajat di Kota Surakarta


Oleh :
Danendra Pratama Purnama Putra - G0021057 - Fak. Kedokteran

Danendra Pratama Purnama Putra, G0021057, 2024. Hubungan Asupan Protein Sumber Leusin dengan Persentase Massa Otot pada Remaja SMA/SMK/Sederajat di Kota Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Masa remaja merupakan periode kritis untuk perkembangan massa otot yang optimal. Leusin, asam amino esensial, diduga berperan dalam sintesis protein otot melalui aktivasi jalur mTORC1. Penelitian ini berfokus pada asupan leusin dari bahan makanan alami, berbeda dengan studi sebelumnya yang banyak menggunakan suplemen leusin terisolasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan protein sumber leusin dengan persentase massa otot pada remaja SMA/SMK/Sederajat di Kota Surakarta.

Metode : Penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian adalah 161 remaja berusia 15-18 SMA/SMK/Sederajat berusia 15-18 tahun di Kota Surakarta, dipilih melalui purposive sampling. Data asupan leusin diukur menggunakan Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ), sedangkan massa otot dinilai dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Analisis statistik menggunakan Uji Korelasi Spearman dan Uji Kolmogorov-Smirnov.

Hasil : Tidak terdapat hubungan signifikan antara asupan protein sumber leusin dengan persentase massa otot (r = -0,019; p = 0,814). Asupan protein harian juga diukur pada penelitian ini, tetapi tidak terdapat hubungan signifikan (r = -0,052; p = 0,515). Aktivitas fisik (faktor perancu) tidak berpengaruh signifikan (p = 1,000). Namun, status gizi (IMT/U), sebagai variabel perancu), menunjukkan korelasi negatif signifikan dengan massa otot (r = -0,433; p = < 0>

Simpulan : Asupan protein sumber leusin tidak berhubungan dengan massa otot pada remaja, tetapi status gizi memengaruhi massa otot. Faktor lain yang tidak diteliti, seperti distribusi asupan protein harian (waktu asupan protein), aktivitas fisik terstruktur (latihan beban), dan penggunaan suplemen leusin mungkin menjadi faktor determinan yang lebih berpengaruh.