Abstrak


Analisis Kasus Pembelaan Terpaksa oleh Amaq Sinta sebagai Alasan Pembenar (NOODWEER)


Oleh :
Anintya Putri Fadhilah - E0021051 - Fak. Hukum

Kasus hukum yang melibatkan Amaq Sinta dalam peristiwa pembelaan diri terhadap aksi begal di NTB menimbulkan perdebatan terkait batasan pembelaan terpaksa (noodweer) dan pertanggungjawaban pidana atas penggunaan senjata tajam. Secara hukum, tindakan bela diri diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memberikan pengecualian terhadap pertanggungjawaban pidana jika seseorang bertindak dalam keadaan terpaksa untuk melindungi diri dari ancaman yang nyata dan seketika. Namun, permasalahan muncul ketika unsur-unsur pembelaan terpaksa harus diuji dengan ketat, terutama dalam aspek proporsionalitas dan alasan yang sah menurut hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan Pendekatan perundang-undangan.. Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan sekunder, yang dianalisis menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Amaq Sinta bertindak untuk membela diri dari ancaman nyata, terdapat perdebatan mengenai apakah tindakannya telah memenuhi seluruh unsur pembelaan terpaksa. Salah satu poin utama yang menjadi sorotan adalah aspek proporsionalitas dalam penggunaan kekerasan terhadap pelaku kejahatan. Selain itu, penggunaan senjata tajam dalam situasi ini menimbulkan dilema hukum, karena meskipun digunakan untuk melindungi diri, perbuatan tersebut tetap berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951. Keputusan kepolisian untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus ini juga memicu diskusi mengenai fleksibilitas hukum dalam menyesuaikan aturan normatif dengan kondisi faktual di lapangan.